Dua travel agent terbesar di Korea Selatan terang-terangan mengutarakan kritiknya soal titik lemah pariwisata Indonesia. Mereka tidak basa-basi bertestimoni di depan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dan tim di Conrad Hotel, Seoul, Kamis (2/6/2016).
Keduanya adalah Hana Tour yang memiliki market share hampir 20 persen dari outbond Korea yang hampir 20 juta itu. Persisnya 19.310.430 orang Korea jalan-jalan liburan ke luar negeri.
Satu lagi Mode Tour International yang mengelola 1,8 juta wisatawan dari Korea ke luar negeri. Mode Tour memiliki lebih dari 1.250 tenaga kerja untuk menangani outbond Korea itu.
Apa kritik mereka? "Orang Korea belum banyak yang tahu Indonesia selain Bali. Kami bahkan tidak tahu Borobudur ada di mana? Apa menariknya?" kata Hong Ki-jung, Vice Chairman of Mode Tour, yang dibenarkan Kim Jin-young, Manager of Mode Tour, dan Yoon Ju-young, Deputy Manager Mode Tour.
Pernyataan senada juga disampaikan Kim Jim-kook, Presiden Hana Tour, dan Kim Chang-hum, GM Hana Tour, dan Joo Nan Soo.
Mendengar pengakuan itu, Menpar Arief Yahya, Dubes RI untuk Korsel John Prasetyo, Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara I Gde Pitana, dan Asdep Asia Pasifik Vincensus Jemadu yang berada di ruangan itu hanya bisa bengong.
Promosi pariwisata Indonesia ke Korea harus lebih tajam menukik dan lebih gencar lagi. Lalu, apa solusi menurut mereka? Dua perusahaan terbesar di Korea itu punya saran yang sama: Familiarization trip atauFamtrip!
"Ajak para tour travel, jurnalis, atau media, penulis Korea, berjalan-jalan ke berbagai destinasi yang ada di Indonesia, termasuk Borobudur, dan 10 destinasi baru yang sudah siap dipasarkan," ungkap Kim Chang-hun.
Menurut Kim Chung, selain Bali yang sudah terdengar di Korea adalah Batam-Bintan di Provinsi Kepulauan Riau. Lalu, apa lagi? "Tidak ada cara yang lain, kecuali promosi dan marketing melalui berbagai media dan event di Korea," katanya.
Dia memberi contoh Taiwan, yang saat ini semakin gencar berpromosi di Korea. Dia berharap ke depan Wonderful Indonesia bisa joint promotion dengan mereka.
Kritik lain adalah harga paket wisata ke Indonesia yang terlalu mahal. "Ke Honolulu Hawai di Pasifik sana jauh lebih murah dibandingkan ke Bali. Begitu pun ke Thailand, Filipina, dan Kamboja. Karena Korean Air dan Garuda Indonesia yang terbang ke Korea juga masih full service, belum ada penerbangan LCC, low cost carrier yang membuat harga paket lebih murah," keluh Hong Ki-jung.
Soal bahasa, Hong Ki-jung juga menyarankan ada orang Korea yang tidak hanya mengerti bahasa, tetapi juga memahami adat kebiasaan dan perilaku mereka. Mengapa begitu?
"Banyak sekali keluhan seperti itu, bahasa mungkin paham, tetapi pariwisata itu kan tidak sekadar bahasa, tetapi lebih ke hospitality," kata Yoon Ju-young, salah satu Deputy Manager Mode Tour.
Dia juga menyarankan agar Indonesia punya kantor perwakilan di Seoul, bukan di Busan, kota kedua Korea. Lalu, "jurus" yang bisa membuat lebih booming, kata mereka, adalah membuat film dengan artis populer dari Korea dengan mengambil lokasi di destinasi wisata di Indonesia. "Salah satu kunci sukses Korea adalah film itu," kata Yoon.
Menpar Arief Yahya mendengar dengan saksama keluhan mereka. Saat bertemu dengan sekitar 12 perusahaan tour agency dan tour operator, Jumat (3/6/2016), dia juga mendapatkan keluhan yang mirip dengan dua wholeselers yang sudah one on one meeting itu. "Baik, saya sudah catat, ada tiga hal yang harus ditindaklanjuti," ungkap Arief Yahya.
Pertama, solusi untuk mahalnya tarif tiket pesawat adalah segera membuka LCC, penerbangan murah dari Seoul ke Indonesia, bisa melalui Bali, Jakarta, atau Manado. Ini akan ditindaklanjuti dengan Jeju Air, Jin Air, dan Lion Air sebagai maskapai nasional yang bisa diajak kerja sama. "Ini akan menurunkan harga paket menjadi lebih kompetitif," kata Arief Yahya.
Kedua, membuat paket dengan menjadikan Singapura sebagai hub untuk destinasi Batam-Bintan. Bali sebagai hub pariwisata untuk didistribusikan ke banyak tempat lain di Indonesia. Sementara itu, Jakarta sebagai hub untuk bisnis. Filipina yang tinggal satu jam menuju Manado juga bisa dijadikan hub. "Paket ini juga akan lebih kompetitif dan kami tidak ada masalah dengan Singapura-Batam-Bintan," ungkap Arief.
Ketiga,adalah joint marketing atau marketing activities, seperti Famtrip. Ini akan segera dilakukan untuk memperkenalkan ke jurnalis, travel agent, agar mereka memiliki gambaran dan pengalaman tentang destinasi Indonesia.
"Tiga \'jurus\' itulah yang akan dipakai untuk menggenjot pasar Korea," kata Arief Yahya, yang juga didampingi Ketua Asita Asnawi Bahar.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR