Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dari Bandung, Jawa Barat, menorehkan sejarah dengan menjuarai Shell Eco Marathon Drivers World Championship di Inggris. Mengandalkan mobil bertenaga listrik Turangga Chetta EV3, tim Bumi Siliwangi itu mengungguli tim-tim lainnya dari Eropa, Asia, dan Amerika.
Kegembiraan dan tangis haru bercampur menjadi satu saat Turangga Chetta EV3 menerobos garis finis lintasan Queen Elizabeth Olympic Park, di Strattford, Inggris, Minggu (3/7/2016) sore waktu setempat. Mobil tim Bumi Siliwangi menjadi yang pertama tiba di garis akhir.
Tujuh mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) lari menyambut pengemudi mobil yang juga kawan mereka, Ramdani (22). "Saya tidak percaya. Saya tidak bisa bicara apa-apa lagi," ujar Ramdani.
Pendamping tim yang juga pengajar di Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan UPI, Sriyono (47), berusaha menenangkan dan merangkul para mahasiswa yang histeris. Mereka saling berangkulan di pundak, berkeliling menundukkan kepala, dan berdoa. Tidak lama kemudian, mereka menyanyikan "Indonesia Raya" di tengah-tengah lintasan. Sofiuddin Al Badri (22), salah satu anggota tim, menyelimutkan bendera Merah Putih di tubuhnya dan larut dalam tangis bahagia.
Tiga bulan
Hanya berselang tiga bulan sejak perhelatan Shell Eco Marathon (SEM) Asia di Manila, Filipina, Maret 2016, Tim Bumi Siliwangi bekerja keras menyiapkan mobil untuk mengikuti perhelatan SEM Drivers World Championship (DWC). Pada SEM Asia, Tim Bumi Siliwangi menduduki peringkat kedua dalam ajang mobil hemat energi se-Asia.
"Kami memiliki waktu kurang dari empat bulan untuk menyiapkan mobil. Kami berlatih terus di Bandung, baik di jalan datar maupun tanjakan. Kami menjajal trek di Lembang sehingga ketika ada trek tanjakan di sini, kami sudah lebih siap," kata Amin Sobirin (23), Manajer Tim Bumi Siliwangi.
Untuk memenuhi persyaratan SEM DWC, Tim dari UPI itu harus mengubah sejumlah spesifikasi mobil, antara lain rem. Sebelumnya, tim menggunakan rem sepeda. Kini, rem itu diganti dengan rem sepeda motor untuk memberi daya cengkeram lebih kuat. Panitia mensyaratkan rem sepeda motor lantaran SEM DWC tidak lagi ajang perlombaan mobil paling irit dengan jarak tempuh terjauh, tetapi mobil paling irit yang mampu paling cepat sampai di finis.
Panitia mensyaratkan mobil harus berhenti dalam jarak 20 meter sejak pertama kali direm pada kecepatan 50 kilometer per jam. Tim harus berkali-kali mencoba dengan menghitung segala faktor, seperti angin, kondisi ban, dan kecuraman jalan.
Jejak-jejak kerja keras itu terlihat pada badan mobil Turangga Chetta EV3 yang penyok di bagian depan dan di kanan-kiri. Berbeda dengan kondisi mobil peserta lainnya dari Eropa dan Amerika, bahkan dengan mobil milik mahasiswa Nanyang Technological University, Singapura, mobil Turangga terlihat lebih sederhana dan penyok-penyok atau tidak mulus.
"Mobil kami terguling saat latihan rem di Bandung. Beberapa sisinya penyok. Pengemudi selamat karena rangka body dilapisi besi," tutur Sriyono.
Pantang menyerah
Latihan terus-menerus dan pengecekan mesin menjadi kekuatan Tim Bumi Siliwangi. Kemunculannya pada SEM Asia sejak 2012 mengejutkan karena berhasil meraih peringkat dalam ajang itu. Dibandingkan dengan tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Tim dari Universitas Indonesia (UI), keikutsertaan UPI tergolong baru. Dua tim lainnya dari Indonesia yang juga diundang berlaga dalam SEM DWC di Inggris itu telah mengikuti lomba mobil hemat energi Shell sejak 2010.
Pada SEM DWC kali ini, baik tim dari ITS maupun UI juga menunjukkan keseriusan dan sikap pantang menyerah. Tim dari ITS sampai detik-detik akhir batas inspeksi teknis masih berupaya menyelesaikan mobil mereka yang terbakar. Mobil itu dilalap api saat dibawa dari Bandara Heathrow menuju Queen Elizabeth Olympic Park.
Meski kemungkinan kecil bisa diperbolehkan mengikut lomba, tim dari ITS bekerja keras memperbaiki mobil Sapuangin 10 yang berbahan bakar solar. Panitia memberikan diskresi dengan membolehkan tim memperbaiki mobil kendati syarat utama untuk berlomba di dalam SEM DWC adalah tidak ada perubahan besar pada badan maupun mesin mobil yang dibawa dari SEM Asia. Pada SEM Asia, ITS juara 1 kategori mobil urbanconcept bertenaga diesel.
Setelah tiga hari berjibaku, tim dari ITS bisa menyelesaikan mobil dan lolos inspeksi teknis. Tim terpaksa memakai material bahan bangunan untuk membuat pintu dan atap mobil. Mereka juga mendapatkan bantuan alat dan material dari UI ataupun UPI. Bahkan, bantuan diperoleh dari tim-tim Eropa dan Amerika. Akan tetapi, ITS tetap tidak diperbolehkan berlomba karena melakukan perubahan besar pada badan mobil.
Tim Sadewa UI yang pada SEM Asia menjadi juara 1 mobil urbanconcept berbahan bakar bensin juga tidak lolos kualifikasi SEM DWC. Tim UI mengalami kerusakan gir transmisi yang membuat mesin mobil mati. Mereka tidak mampu mencetak angka kendati lolos dalam inspeksi teknis. "Ke depannya kami perlu belajar untuk mengatasi kendala ini," kata Alfian Ibnu Pratama (21), Manajer Tim dari UI.
Pujian disampaikan Ketua Penyelenggara SEM DWC Danny Van Otterdyk dan Direktur Teknis SEM Asia Colin Chin kepada tim-tim Indonesia. Menurut Colin, mobil-mobil tim Indonesia sangat efisien. Adapun Danny memuji semangat tim Indonesia yang baik.
Dengan menjadi juara SEM DWC, Tim Bumi Siliwangi berhak atas hadiah kunjungan ke markas tim Formula 1 Ferrari di Maranello, Italia, 4-8 Desember 2016. "Ini hadiah Lebaran terbaik. Saya kangen Bandung," kata Ramdani sembari berjingkrak-jingkrak menyanyikan lagu "Halo-halo Bandung" bersama teman-temannya. Selamat! (Rini Kustiasih, dari Inggris)
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR