Hakim Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, akan mengeluarkan putusan atas klaim teritori di Laut China Selatan, Selasa (12/7/2016).
Putusan yang dihasilkan lima hakim itu akan menentukan status sejumlah wilayah di Laut China Selatan atas gugatan Filipina terhadap China.
Tumpang tindih klaim atas wilayah yang sama juga menjadi titik sengketa antara China dengan beberapa negara lain yakni Vietnam, Malayisa, Brunei, dan Taiwan.
China,yang mengklaim kepemilikan 90 persen wilayah perairan di Laut Cina Selatan, menyatakan tidak akan mengakui putusan Mahkamah Arbitrase PBB itu dan menolak ikut ambil bagian.
Bahkan, China berupaya mengajak sejumlah negara untuk mendukung pandangannya bahwa putusan pengadilan internasional di Den Haag seharusnya ditolak.
Beijing menyatakan sekitar 60 negara telah mendukung posisi tersebut, namun hanya beberapa yang menyuarakannya secara umum.
Padahal, mahkamah arbitrasi digelar berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang ditandatangani China dan sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Filipina.
Apa yang disidangkan?
Pada 2013, Filipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas China di Laut China Selatan kepada Mahkamah Arbitrase di Den Haag, Belanda.
Filipina menuding China mencampuri wilayahnya dengan menangkap ikan dan mereklamasi demi membangun pulau buatan.
Filipina berargumen bahwa klaim China di wilayah perairan Laut China Selatan yang ditandai dengan ‘sembilan garis putus-putus’ atau ‘nine-dash-line’ bertentangan dengan kedaulatan wilayah Filipina dan hukum laut internasional.
Mahkamah arbitrase sendiri mengatakan, putusan yang mereka ambil akan menentukan setidaknya tujuh dari 15 tuntutan yang diajukan Filipina.
Bagaimana dampak putusan?
Penulis | : | |
Editor | : | test |
KOMENTAR