Keterbatasan fisik tidak dapat dijadikan alasan untuk berhenti berkarya. Meski mengalami kebutaan total atau sebagian, fotografer-fotografer ini mampu mendobrak batas kemampuan mereka untuk menghasilkan foto-foto unik yang menangkap rasa gerakan yang mengalir, ritme, dan ekspresi.
Fotografer yang buta total atau sebagian memang tidak dapat melihat kupu-kupu bertengger di tangkai bunga, atau buah di dalam mangkuk secara fisik, tetapi mata pikiran mereka terfokus tajam. Lantas, bagaimana mereka dapat menghasilkan foto-foto yang begitu menawan?
Fotografer-fotografer tunanetra mengandalkan suara, bau dan sentuhan sebagai panduan mereka dalam memotret. Mereka dapat meraba objek untuk tahu bagian mana yang paling hangat karena terkena sinar matahari, dengan demikian, mereka tahu arah cahaya dan bayangan.
Para fotografer tersebut juga sering memperlihatkan karya mereka kepada teman-teman dan keluarga yang dapat melihat untuk membagikan pengalaman mereka, seperti halnya orang-orang yang mengunggah karya foto melalui sosial media.
“Fotografi merupakan hal yang dapat memberikan bentuk terhadap berbagai aktivitas, seperti bermain, menari dan tertawa di dalam pikiran saya,” kata salah satu fotografer tunanetra, Alberto Loranca.
Loranca menggunakan trigonometeri untuk menghasilkan gambar. Ia menderita buta sebagian, karena itu dapat membedakan antara cahaya dan bayangan. Lantas, Loranca menggunakan kemampuannya untuk menghitung dan memperkirakan di mana ia harus menempatkan kameranya dan pengaturan yang harus digunakan.
“Saya memotret karena saya menyukainya, itu menyenangkan dan saya juga memotret ketika saya kagum pada suatu hal,” katanya.
Karya foto Lorenca bersama lebih dari 50 fotografer tunanetra lainnya akan ditampilkan dalam buku berjudul The Blind Photographer, yang terbit pada bulan September.
Para fotografer ini, mendobrak batas kemampuan dan menunjukkan apa yang akan kita capai jika kita menyingkirkan keraguan dan berusaha mewujudkan impian.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR