Ahli herpetologi asal Peru, Shirley Jennifer Serrano Rojas, menemukan spesies baru katak beracun di tepian sungai dalam wilayah Cagar Biosfer Manú, di pedalaman Hutan Amazon, Peru. Spesies dengan tubuh berwarna hitam dengan dua garis oranye ini diberi nama Ameerega shihuemoy.
Katak beracun, merupakan nama umum dari sekelompok katak dalam keluarga Dendrobatidae yang merupakan katak asli Amerika Tengah dan Selatan. Warna cerah yang mencolok pada kelompok katak beracun berfungsi sebagai tanda peringatan bagi predator, bahwa katak ini berbahaya jika dimangsa.
Amfibi ini sering disebut katak panah oleh pribumi indian akibat penggunaan sekresi beracun mereka untuk meracuni ujung panah. Namun di sisi lain, alasan para ahli herpetologi tertarik untuk mempelajari katak panah lebih dari sekedar racunnya.
“Katak beracun punya cara unik dalam membesarkan anak-anaknya. Tak seperti kebanyakan katak jantan yang meninggalkan betinanya setelah bertelur, katak beracun jantan akan tetap berada di sekitar telur-telur dan menjaganya,” ungkap ahli biologi evolusioner, Kyle Summers dari East Carolina University.
Summers melanjutkan, sang calon ayah ini memastikan telur-telur tetap terhidrasi dan terbenam dalam air. mereka kemudian akan memindahkan berudu ke kolam-kolam air kecil, sementara sang ibu akan meletakkan lebih banyak telur, untuk dihidangkan sebagai makanan bagi anak-anaknya yang tengah bertumbuh.
Berpacu dengan waktu
Sudah bukan rahasia lagi bahwa bagian hutan hujan Amazon terus menghilang tiap tahun akibat aktivitas manusia. Ini berarti para ilmuwan seperti Serrano Rojas harus berpacu dengan waktu untuk menemukan dan mendeskripsikan spesies-spesies baru sebelum mereka musnah. Cagar Biosfer Manú merupakan salah satu upaya pemerintah Peru untuk melindungi keanekaragaman hayati di negaranya.
Cagar biosfer itu mencakup taman nasional dan beberapa area perbatasan yang berfungsi sebagai daerah penyangga. Di daerah penyangga inilah Serrano Rojas pertama kali mendengar suara Ameerega shihuemoy, hingga berujung pada penemuannya.
“Ini penemuan menarik, tetapi spesies tersebut terancam oleh kepunahan dan akan semakin parah jika kita tidak membuat rencana konservasi,” katanya.
Pernyataan tersebut diamini oleh Summers. Ia mengungkapkan bahwa Cagar Biosfer Manú merupakan titik utama bagi beragam katak dan spesies lain. Penemuan ini, kata Summers, memperjelas bahwa betapa sedikit yang kita ketahui tentang wilayah tersebut. Ia meyakini bahwa masih banyak spesies katak beracun yang menunggu untuk ditemukan.
“Masalahnya, mereka menghilang sebelum kita sempat mempelajarinya,” pungkas Summers.
Peneliti BRIN dan Inggris Berkolaborasi Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik di Indonesia
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR