“Satu hal yang perlu diteliti lebih lanjut, yaitu apakah inflamasi saraf ini juga dapat menyebabkan lebih banyak gangguan psikiatris konvensional, seperti kecemasan dan depresi. Sebab, sebelum ini, American Psychological Association telah melaporkan bahwa ketika wanita hamil terpapar polusi udara, anak yang dilahirkan cenderung memiliki gejala kecemasan dan depresi,” tambah Van Susteren.
Namun, ia mencatat bahwa tidak semua efek perubahan iklim pada kesehatan dapat dihitung dengan mudah dalam studi. “Tak semua hal bisa dithitung. Sebaliknya, ada efek tersembunyi dan berbahaya dari perubahan iklim yang dapat menyebabkan tekanan psikologis pada masyarakat yang akan sulit untuk diatasi,” ucapnya.
Baca juga:
Dampak-dampak Pemanasan Global Kini Semakin Nyata
Perubahan Iklim Menginfeksi Kerang, Berdampak pada Kesehatan Manusia
Salah satu kasusnya, ia menyebutkan, seorang remaja berusia 17 tahun asal Australia yang mengalami stres akibat perubahan iklim. Pasien tersebut menolak meminum air karena ia meyakini bahwa tindakannya itu dapat menyebabkan kematian jutaan orang di negara-negara yang dilanda kekeringan parah.
Dokter yang menanganinya menyebut kondisi stres tersebut sebagai “delusi perubahan iklim”. Ia melaporkan kasus langka tersebut dalam sebuah karya ilmiah yang diterbitkan dalam Australian and New Zealand Journal of Psychiatry pada 2009 silam.
Dalam paparannya, Van Susteren juga menekankan pentingnya mengambil langkah penanganan terhadap perubahan iklim. “Jika kita tidak segera bertindak, perubahan iklim bisa memberikan efek mendalam seperti kasus remaja Australia pada kesehatan mental anak-anak lain juga,” pungkasnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR