Temuan kami menunjukkan, kemacetan parah (di atas persentil ke-95) secara signifikan meningkatkan kemungkinan KDRT sebesar 6 persen. Ada pula dampak yang lebih kecil pada ambang yang lebih rendah.
Karena KDRT biasanya terjadi di rumah, kami meyakini dalam analisis kami bahwa para pelaku KDRT mengalami kemacetan di sekitar lokasi kejahatan. Kami memasukkan faktor kode pos dan efek waktu, selain kondisi lalu lintas terkini, sebagai variabel kemacetan.
Kami melaksanakan beberapa tes untuk mengonfirmasi bahwa peningkatan jumlah KDRT benar-benar dipicu oleh kemacetan, bukan faktor lain. Sebagai contoh, kami tidak melihat adanya kaitan kemacetan terhadap kriminalitas di beberapa hari sebelumnya, tidak ada dampak kemacetan pada malam hari terhadap kriminalitas di pagi hari, serta tidak ada dampak kemacetan terhadap jenis kriminalitas lain seperti pencurian dan pembunuhan.
Hasil tes kami bervariasi di kode pos yang berbeda-beda. Tidak ada dampak kemacetan terhadap kriminalitas di daerah yang angka kriminalitasnya rendah. Sementara itu, di area dengan pendapatan rendah, dampak yang kami lihat lebih tinggi 1,5 persen dibanding area dengan pendapatan menengah di LA County.
Kami juga mengukur lalu lintas yang padat dan perkiraan pengemudi menggunakan pengukuran alternatif, misalnya waktu tempuh maksimal setiap jam sepanjang hari. Semua tes kami menunjukkan adanya peningkatan KDRT setelah kemacetan parah yang tidak terduga.
Dengan kata lain, ketika para pengemudi terjebak kemacetan yang di luar perkiraan, maka angka kasus KDRT meningkat.
Kebijakan
Hasil riset kami menyoroti konsekuensi baru kemacetan selain kepadatan, polusi, dan dampak kesehatan yang telah dibahas di literatur.
Ini penting, karena ongkos langsung dan tak langsung dari KDRT diperkirakan mencapai $107.020 (Rp1,42 miliar). Kami memperkirakan ongkos ekonomi dari KDRT yang dipicu kemacetan berada di kisaran $5-10 juta per tahun.
Kami menduga mayoritas orang yang memikul ongkos psikologis kemacetan tidak bakal berbuat kejahatan. Maka itu, estimasi kami hanyalah sebuah puncak gunung es.
Mendokumentasikan ongkos psikologis dari kemacetan dapat mendorong terciptanya kebijakan lalu lintas yang tidak sekadar mengurangi waktu tempuh rata-rata, tapi juga menghindari kemacetan panjang.
Perlu diingat, membangun jalan baru tidak efektif menyelesaikan masalah, karena jalan baru akan segera terisi oleh mobil baru.
Kebijakan seperti penerapan jalan berbayar, yang mengharuskan pengguna jalan membayar lebih mahal ketika lalu lintas makin padat, mungkin membantu mengatasi persoalan. Sebagai contoh, sebuah penelitian pada tahun 2013 mengungkapkan bahwa para pengemudi mengaku tidak begitu stres setelah kebijakan jalan berbayar diterapkan di jalan-jalan utama di Seattle.
Riset kami menemukan manfaat lain dari kebijakan seperti itu, tetapi kita masih perlu riset lebih banyak lagi untuk menentukan bagaimana struktur tarif yang berbeda-beda dapat meningkatkan kepuasan pengemudi dan akurasi waktu tempuh.
Louis-Philippe Beland, Assistant Professor of Economics, Louisiana State University dan Daniel Brent, Assistant Professor of Economics, Louisiana State University
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR