Fakta-Fakta Ini Bikin Kita Prihatin Pada Nasib Orangutan Tapanuli
Selasa, 31 Oktober 2017 | 15:30 WIB
Para peneliti sebelumnya menganggap orangutan tapanuli sebagai populasi kera besar paling selatan dari orangutan sumatra. Tapi, berdasarkan penelitian secara mendalam oleh kelompok peneliti Indonesia dan mancanegara dalam bidang genetika, morfologi, ekologi, dan perilaku, ternyata orangutan tapanuli secara taksonomi malah lebih dekat dengan orangutan Kalimantan sehingga harus dipisahkan menjadi spesies tersendiri. Penelitian juga mengindikasikan, orangutan tapanuli merupakan moyang dari ketiga kera besar ini.
Upaya penemuan ini bermula dari kerjasama antara Universitas Nasional, Institut Pertanian Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, University of Zurich, Switzerland, Yayasan Ekosistem Lestari (Sumatran Orangutan Conservation Programme), dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (Orangutan Information Center) mengenai konservasi Orangutan Sumatera selama delapan tahun di Ekosistem Batang Toru. Begitu penelitian selesai, para peneliti itu segera melaporkan ke salah satu jurnal Current Biology untuk mengesahkan penemuan baru tadi.
Seekor orangutan jantan yang dijumpai di hutan wilayah Batang Toru. Orangutan di wilayah ini secara resmi menyandang nama spesies baru Pongo tapanuliensis. (Tim Laman/National Geographic)
Lantas fakta apa saja yang membuat pemilik nama latin Pongo tapanuliensis ini membuat kita prihatin?
Di alam bebas, peneliti menyebutkan, populasi orangutan tapanuli tersisa kurang dari 800 individu.
Orangutan tapanuli ditemukan hanya di Ekosistem Batang Toru dalam tiga kantong populasi yang terpecah di wilayah kabupaten Tapanuli. Populasi Orangutan Tapanuli terpecah ke dalam dua kawasan utama (blok barat dan timur) oleh lembah patahan Sumatera, dan juga ada populasi kecil di Cagar Alam Sibual-buali di sebelah tenggara blok barat.
Ekosistem Batang Toru seluas 150.000 hektar, namun wilayah yang didiami oleh orang Orangutan Tapanuli kurang dari 110.000 hektar (1.100 kilometer persegi).
Sekitar 85% dari wilayah penyebaran orangutan tapanuli itu memiliki status hutan lindung, tapi masih ada 15% hutan primer yang memiliki status kawasan sebagai areal penggunaan lain.
Penyambungan kembali ketiga populasi orangutan tapanuli akan sangat penting untuk pelestarian dan untuk menghindari kawin silang (inbreeding).
Sebagian besar sisa habitat orangutan berada di ketinggian yang melewati angka 850 meter dari permukaan laut. "Kita harus memastikan pengelolaan hutan di wilayah tidak merusak habitat. Karena, tempat tinggal orangutan (tapanuli) ini khas. Dia ada di atas pohon," kata Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selepas jumpa pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, (04/11).
Orangutan tapanuli sangat lambat berkembangbiak dan betina punya anak pertama di umur 15 tahun, dengan jarak antar melahirkan anak sekitar 8 atau 9 tahun. Mereka hidup sampai umur 50-60 tahun.
Orangutan tapanuli adalah jenis kera besar yang terlangka dan terancam di dunia (lebih langka dibanding gorilla gunung di Afrika).
Orangutan tapanuli akan dimasukkan ke dalam daftar spesies “sangat terancam punah” (critically endangered) berdasarkan daftar merah IUCN.
PROMOTED CONTENT
REKOMENDASI HARI INI
Beragam Mitos tentang Hujan, dari Bau Hujan hingga Penggunaan Ponsel
KOMENTAR