Pada bulan ini, 6-17 November, perwakilan pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam Pertemuan Para Pihak ke-23 (COP23), konferensi tahunan yang dihadiri perwakilan 197 negara yang tergabung dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). COP23 dipimpin oleh Fiji, tapi konferensinya diadakan di Bonn, Jerman.
Salah satu isu yang akan banyak disorot adalah adaptasi perubahan iklim dan implikasinya terhadap kehilangan dan kerusakan lingkungan di negara-negara yang rentan akan dampak perubahan iklim.
Sebagai negara penyumbang gas rumah kaca terbesar kelima di dunia, Indonesia telah menyelesaikan dokumen kontribusi nasional (Nationally Determined Contribution atau NDC) dengan komitmen menurunkan emisi pada 2030 sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional. Namun, apakah makna dari komitmen ini bagi masyarakat Indonesia dan dunia?
Meski berbagai langkah telah diupayakan, studi terbaru kami menunjukkan bahwa Indonesia dapat mencapai target iklim tersebut hanya jika Indonesia memperkuat kebijakan yang ada saat ini. Potensi pengurangan emisi dari kebijakan nasional di sektor lahan dan energi saat ini, termasuk moratorium perizinan konsesi di hutan dan lahan gambut, restorasi lahan gambut, target bauran energi terbarukan, perhutanan sosial, dan rehabilitasi lahan hutan yang terdegradasi, belum cukup untuk mencapai komitmen iklim Indonesia.
Analisis kuantitatif menunjukkan bahwa upaya kebijakan tersebut menurunkan emisi menjadi sekitar 2,3 Gigaton (Gt) emisi CO2, melampaui target nasional yang menetapkan level emisi maksimal 2 Gt pada 2030. Kebijakan di Indonesia saat ini merupakan titik awal yang baik dan harus diperkuat untuk mencapai pengurangan emisi yang lebih signifikan.
WRI, 2017., Author provided
Arti dari komitmen iklim Indonesia
Berdasarkan kategori dalam Mitigation Goal Standard, Indonesia menggunakan target skenario baseline, sebuah dasar referensi di masa depan, dan menandakan berapa total emisi gas rumah kaca yang harus diturunkan dibandingkan dengan emisi di masa depan.
Tertuang dalam dokumen NDC, jika Indonesia tidak melakukan aksi mitigasi apa pun, maka proyeksi emisi pada tahun 2030 adalah sebesar 2,8 Gt karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Takaran 2,8 Gt itu kurang lebih setara dengan emisi yang dihasilkan dari penggunaan energi tahunan untuk 300 juta rumah tangga.
Indonesia berniat menurunkan emisinya tanpa syarat sebesar 29% dari proyeksi emisi 2,8 Gt CO2e tersebut pada 2030. Penurunannya ditetapkan dalam karbon dioksida ekuivalen sebab penurunan emisi ini tidak hanya untuk gas karbon dioksida, tapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana dan nitrogen dioksida yang banyak dihasilkan dari limbah industri dan peternakan.
NDC Indonesia memperjelas bahwa angka 29% penurunan ini akan berasal dari beberapa sektor dengan proporsi dari lahan (17%), energi (11%), limbah, industri, dan pertanian (<1%). Hingga saat ini sektor lahan dan energi memberi kontribusi lebih dari 80% total emisi nasional Indonesia.
WRI, 2017., Author provided
Target Indonesia versus negara lain
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR