Atau melalui penurunan fertilitas yang drastis dan bertahan lama hingga di bawah tingkat penggantian (2,1 anak)? Hal ini sudah terjadi di banyak negara, ketika pasangan suami-istri memutuskan untuk punya sedikit anak demi memberikan mereka kesempatan untuk usia panjang dan kehidupan yang baik.
Namun untuk alasan inersia demografi, hal ini tidak menghasilkan penurunan populasi. Bahkan bila fertilitas dunia hanya 1,6 anak per perempuan, seperti yang terjadi di Eropa dan Cina, populasi akan terus bertambah selama beberapa dekade lagi; masih banyak orang dewasa berusia reproduktif yang lahir ketika fertilitas masih tinggi, sehingga angka kelahiran juga tetap tinggi.
Di sisi lain, proporsi orang berusia tua dan sangat tua sangatlah kecil, sehingga kematian jauh lebih sedikit.
Para ahli demografi terkejut pada 1960-an dan 1970-an ketika survei mengungkapkan terjadinya penurunan tajam fertilitas di banyak negara Asia dan Amerika Latin, dan proyeksi demografi untuk kawasan dunia ini direvisi jauh menurun.
Kejutan lain baru-baru ini berkenaan dengan Afrika intertropis. Fertilitas turun di daerah yang diharapkan mulai lebih lama daripada Asia dan Amerika Latin akibat perkembangan sosial dan ekonomi yang lebih lamban. Namun diasumsikan bahwa, meski terlambat, transisi akan mengikuti pola standar, dengan penurunan serupa seperti yang diamati di daerah lain di Bumi bagian Selatan.
Ini memang terjadi di Afrika bagian utara dan bagian selatan, tapi tidak di Afrika intertropis, di mana penurunan sedang terjadi lebih lamban. Ini menjelaskan revisi kenaikan proyeksi untuk Afrika, benua yang bisa menjadi rumah bagi lebih dari sepertiga penduduk dunia pada 2100.
Faktanya, fertilitas sedang menurun di Afrika intertropis, tapi pada populasi perkotaan dan berpendidikan, bukan di daerah pedesaan yang saat ini menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk. Sementara itu, penurunan fertilitas masih lebih lamban dibandingkan dari yang diamati beberapa dekade lalu di Asia dan Amerika Latin (lihat gambar 4). Alasannya tidak terletak pada keengganan menggunakan kontrasepsi.
(Baca juga: Lebih dari Setengah Populasi Dunia Tidak Terhubung ke Internet)
Meski kebanyakan keluarga pedesaan belum mengadaptasi model keluarga dengan dua anak, mereka lebih memilih untuk punya anak lebih sedikit dengan jarak kelahiran yang jauh. Mereka berkeinginan menggunakan kontrasepsi untuk tujuan ini, tapi layanan yang dibutuhkan tidak tersedia.
Ada program pengendalian kelahiran nasional, tapi tidak efektif karena mereka kekurangan sumber daya, dan karena penyelenggara program tersebut tidak antusias. Banyak yang tidak yakin dengan manfaat pengendalian kelahiran, bahkan di tingkat pemerintahan.
Ini adalah salah satu perbedaan yang berhubungan dengan Asia dan Amerika Latin pada 1960-an dan 1970-an, dan merupakan salah satu hambatan untuk penurunan fertilitas yang lebih cepat di Afrika sub-Sahara.
Lebih dari 50 tahun dari sekarang, masa depan jauh lebih tidak pasti dan tidak ada model ramalan yang pasti.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR