“Pekerjaan kami sebelumnya menunjukkan bahwa para ilmuwan membutuhkan kurang dari 4 tahun dalam melakukan pengukuran panas laut untuk mendeteksi sinyal pemanasan global yang disebabkan oleh manusia dari fenomena alam. Ini jauh lebih sebentar daripada hampir tiga dekade lamanya dalam melakukan hal yang sama untuk mendeteksi pemanasan global menggunakan suhu udara di dekat permukaan bumi," kata John Abraham, Profesor Universitas St.Thomas.
"Meskipun dalam 10 tahun paling panas suhu permukaan global untuk tahun 2021 bukanlah rekor tertinggi karena kondisi La Niña di Pasifik tropis. Namun, kandungan panas laut adalah salah satu indikator terbaik perubahan iklim,” jelas Abraham
Perlu diketahui, selama La Niña terjadi, lautan benar-benar menyerap dan mengubur panas berlebih di bawah permukaannya. Cheng menjelaskan dengan eksperimen model, penelitian menunjukkan bahwa pola pemanasan laut adalah akibat dari perubahan komposisi atmosfer yang berhubungan dengan manusia.
Ketika lautan memanas, air mengembang dan permukaan laut naik. Lautan yang lebih panas juga membebani sistem cuaca, menciptakan badai dan angin topan yang lebih kuat, serta meningkatkan curah hujan dan risiko banjir.
“Lautan menyerap sebagian besar pemanasan dari emisi karbon manusia. Sampai kita mencapai emisi nol bersih, pemanasan itu akan berlanjut dan kami akan terus memecahkan rekor kandungan panas laut, seperti yang kami lakukan tahun ini. Kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang lautan adalah tindakan dasar untuk memerangi perubahan iklim,” tambah Michael Mann, Profesor Ilmu Atmosfer dari Universitas Negeri Pennsylvania.
Baca Juga: Perubahan Iklim Sebabkan Badai dan Siklon Terbentuk di Tempat Baru
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR