Nationalgeographic.co.id—Dampak dari perubahan iklim sekarang ini menjangkau semua tempat dan dapat dirasakan oleh semua penghuni Bumi. Apabila kita tidak melakukan hal untuk menghentikan perubahan iklim, dampaknya akan lebih parah dari apa yang kita rasakan sekarang.
Dilansir dari Sci Tech Daily, berdasarkan data yang diperoleh dari United Nations’ Decade of Ocean Science for Sustainable Development Goals, bagian dari Persatuan Bangsa-Bangsa yang mempunyai fokus untuk mempertahankan tatanan masyarakat serta ekosistem alami di seluruh dunia, selama tahun 2021 data menunjukkan bahwa lautan dunia semakin panas.
Hal itu didukung oleh sebuah studi yang melibatkan 23 peneliti dari 14 institut diunggah pada laman Advances in Atmospheric Sciences kemarin 11 Januari 2022. Hasil studi berjudul Another Record: Ocean Warming Continues through 2021 despite Niña Conditions tersebut merangkum dua kumpulan data internasional yang menganalisis pengamatan panas laut serta dampaknya sejak 1950-an.
Kumpulan data internasional itu sendiri didapatkan dari Institute of Atmospheric Physics (IAP) di Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (CAS) dan dari National Centers for Environmental Information of the National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
“Kandungan panas laut meningkat tanpa henti secara global. Ini merupakan indikator utama perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Dalam laporan terbaru ini, kami memperbarui pengamatan laut hingga tahun 2021 sembari meninjau kembali dan memproses ulang data sebelumnya," kata Kevin Trenberth, salah satu penulis laporan tersebut dan cendekiawan terkemuka di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional di Colorado.
Sepanjang 2021, para peneliti menemukan bahwa ketinggian 2.000 meter di atas semua permukaan laut menyerap panas 14 Zettajoule lebih banyak daripada tahun 2020. Ini sama dengan 145 kali listrik yang dihasilkan diseluruh dunia pada tahun 2020. Sebagai konteks, semua energi yang digunakan manusia di seluruh dunia dalam satu tahun adalah sekitar setengah dari Zettajoule.
"Selain menyerap panas, saat ini lautan menyerap 20 hingga 30 persen emisi karbon dioksida manusia yang menyebabkan pengasaman laut. Namun, pemanasan lautan mengurangi efisiensi penyerapan karbon dan meninggalkan lebih banyak karbon dioksida di udara,” kata Lijing Cheng, profesor di Pusat Internasional Ilmu Iklim dan Lingkungan di IAP, Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok.
“Mengamati dan memahami penggabungan panas dan karbon di masa depan penting untuk melacak tujuan mitigasi perubahan iklim," tambah Cheng selaku penulis utama studi ini.
Para peneliti juga menilai peran berbagai fenomena alam, seperti fase pemanasan dan pendinginan yang dikenal sebagai El Niño dan La Niña. Kedua fenomena tersebut dikenal sangat mempengaruhi perubahan suhu regional.
Menurut Cheng, analisis regional menunjukkan bahwa pemanasan laut yang kuat dan signifikan sejak akhir 1950-an terjadi di banyak tempat. Meskipun demikian, gelombang panas laut regional adalah konsekuensi dari pemanasan lautan dengan dampak besar pada kehidupan laut.
Baca Juga: Meningkatnya Hujan Salju, Menjadi Penyeimbang Kenaikan Permukaan Laut
“Pekerjaan kami sebelumnya menunjukkan bahwa para ilmuwan membutuhkan kurang dari 4 tahun dalam melakukan pengukuran panas laut untuk mendeteksi sinyal pemanasan global yang disebabkan oleh manusia dari fenomena alam. Ini jauh lebih sebentar daripada hampir tiga dekade lamanya dalam melakukan hal yang sama untuk mendeteksi pemanasan global menggunakan suhu udara di dekat permukaan bumi," kata John Abraham, Profesor Universitas St.Thomas.
"Meskipun dalam 10 tahun paling panas suhu permukaan global untuk tahun 2021 bukanlah rekor tertinggi karena kondisi La Niña di Pasifik tropis. Namun, kandungan panas laut adalah salah satu indikator terbaik perubahan iklim,” jelas Abraham
Perlu diketahui, selama La Niña terjadi, lautan benar-benar menyerap dan mengubur panas berlebih di bawah permukaannya. Cheng menjelaskan dengan eksperimen model, penelitian menunjukkan bahwa pola pemanasan laut adalah akibat dari perubahan komposisi atmosfer yang berhubungan dengan manusia.
Ketika lautan memanas, air mengembang dan permukaan laut naik. Lautan yang lebih panas juga membebani sistem cuaca, menciptakan badai dan angin topan yang lebih kuat, serta meningkatkan curah hujan dan risiko banjir.
“Lautan menyerap sebagian besar pemanasan dari emisi karbon manusia. Sampai kita mencapai emisi nol bersih, pemanasan itu akan berlanjut dan kami akan terus memecahkan rekor kandungan panas laut, seperti yang kami lakukan tahun ini. Kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang lautan adalah tindakan dasar untuk memerangi perubahan iklim,” tambah Michael Mann, Profesor Ilmu Atmosfer dari Universitas Negeri Pennsylvania.
Baca Juga: Perubahan Iklim Sebabkan Badai dan Siklon Terbentuk di Tempat Baru
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR