Nationalgeographic.co.id—Multiple sclerosis (MS), adalah penyakit progresif yang telah memengaruhi 2,8 juta orang di seluruh dunia dan tidak ada obat yang pasti, kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr (EBV), menurut sebuah penelitian yang dipimpin oleh Harvard T.H. Chan School of Public Health.
Temuan mereka bahkan sudah dipublikasikan secara online di jurnal Science pada 13 Januari 2022, dengan menyertakan judul Longitudinal analysis reveals high prevalence of Epstein-Barr virus associated with multiple sclerosis.
"Hipotesis bahwa EBV menyebabkan MS telah diselidiki oleh kelompok kami dan lainnya selama beberapa tahun, tetapi ini adalah studi pertama yang memberikan bukti kuat tentang kausalitas," kata Alberto Ascherio, profesor epidemiologi dan nutrisi di Harvard Chan School dan penulis senior dari Studi ini, seperti yang dilaporkan Tech Explorist "Ini adalah langkah besar karena menunjukkan bahwa sebagian besar kasus MS dapat dicegah dengan menghentikan infeksi EBV, dan menargetkan EBV dapat mengarah pada penemuan obat untuk MS." tuturnya.
Virus Epstein-Barr, juga disebut Virus herpes manusia 4 adalah virus dari famili herpes (yang juga terdapat virus herpes simplex dan Sitomegalovirus), dan merupakan salah satu virus yang paling umum pada manusia. Banyak orang terinfeksi dengan Virus Epstein-Barr yang sering asimtomatik tetapi umumnya menyebabkan mononukleosis.
Virus Epstein-Barr dijuluki berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan Bert Achong, menemukan virus ini tahun 1964.
MS adalah penyakit peradangan kronis pada sistem saraf pusat yang menyerang selubung mielin yang melindungi neuron di otak dan sumsum tulang belakang. Penyebabnya tidak diketahui, namun salah satu tersangka utama adalah EBV, virus herpes yang dapat menyebabkan mononukleosis menular dan menyebabkan infeksi laten seumur hidup pada inangnya. Membangun hubungan sebab akibat antara virus dan penyakit sulit karena EBV menginfeksi sekitar 95% orang dewasa, MS adalah penyakit yang relatif jarang, dan timbulnya gejala MS dimulai sekitar sepuluh tahun setelah infeksi EBV.
Untuk menentukan hubungan antara EBV dan MS, para peneliti melakukan penelitian di antara lebih dari 10 juta orang dewasa muda yang bertugas aktif di militer AS dan mengidentifikasi 955 yang didiagnosis dengan MS selama masa dinas mereka.
Tim menganalisis sampel serum yang diambil dua kali setahun oleh militer dan menentukan status EBV tentara pada saat sampel pertama dan hubungan antara infeksi EBV dan onset MS selama masa tugas aktif. Dalam kohort ini, risiko MS meningkat 32 kali lipat setelah infeksi EBV tetapi tidak berubah setelah infeksi virus lain. Tingkat serum rantai ringan neurofilamen, biomarker dari degenerasi saraf yang khas pada MS meningkat hanya setelah infeksi EBV. Temuan tidak dapat dijelaskan oleh faktor risiko yang diketahui untuk MS dan menyarankan EBV sebagai penyebab utama MS.
Ascherio mengatakan bahwa penundaan antara infeksi EBV dan timbulnya MS mungkin sebagian karena gejala penyakit yang tidak terdeteksi selama tahap awal dan sebagian karena hubungan yang berkembang antara EBV dan sistem kekebalan inang, yang berulang kali dirangsang setiap kali virus laten diaktifkan kembali.
"Saat ini tidak ada cara untuk mencegah atau mengobati infeksi EBV secara efektif, tetapi vaksin EBV atau menargetkan virus dengan obat antivirus khusus EBV pada akhirnya dapat mencegah atau menyembuhkan MS," kata Ascherio.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR