Nationalgeographic.co.id - Penelitian baru dari ilmuwan Kanada menemukan bahwa buah camu-camu berry (Myrciaria dubia), dari Amazon, Brasil, dapat membantu mengobati kanker. Camu-camu berry meningkatkan kemanjuran imunoterapi pada tikus uji dengan memodifikasi mikrobioma usus mereka.
Untuk diketahui, camu-camu berry adalah buah yang berasal dari hutan Amazon. Popularitasnya kini semakin tinggi karena buah berwarna merah ini memiliki segudang manfaat untuk kesehatan. Camu-camu berry telah dikenal memiliki manfaat kesehatan terhadap obesitas dan diabetes beberapa tahun terakhir. Selain dapat dikonsumsi langsung, camu-camu berry juga sering ditemukan dalam bentuk bubuk, pil, atau jus.
Pada penelitian kali ini, ilmuwan dari Université de Montréal, Kanada, berkolaborasi bersama rekan peneliti lainnya dari Université Laval dan McGill University. Rincian penelitian tersebut telah dipublikasikan belum lama ini di Cancer Discovery dengan judul "A natural polyphenol exerts antitumor activity and circumvents anti-PD-1 resistance through effects on the gut microbiota".
Bertrand Routy, profesor di Departemen Kedokteran Université de Montréal mengatakan, dari hasil penelitian mereka diketahui bahwa kandungan di dalam buah camu-camu berry yaitu castalagin, polifenol yang dapat bertindak sebagai prebiotik. Senyawa tersebut dapat memodifikasi mikrobioma usus dan meningkatkan respons imunoterapi, bahkan untuk kanker yang resisten terhadap jenis pengobatan ini.
Baca Juga: Pertama Kali Ada, Tes Darah untuk Deteksi Kanker dan Penyebarannya
Castalagin menginduksi perubahan metabolisme, menghasilkan peningkatan asam empedu terkonjugasi taurin. Suplementasi oral castalagin setelah transplantasi mikrobiota tinja dari pasien refrakter ICI ke tikus mendukung aktivitas anti-PD-1—yang digunakan untuk terapi. Akhirnya, para peneliti menemukan bahwa castalagin berikatan dengan Ruminococcus bromii (bakteri usus) dan mendorong respons antikanker. Secara keseluruhan, hasil penelitin ini mengidentifikasi castalagin sebagai polifenol yang bertindak sebagai prebiotik untuk menghindari resistensi.
"Hasil kami membuka jalan bagi uji klinis yang akan menggunakan castalagin sebagai pelengkap obat yang disebut inhibitor pos pemeriksaan kekebalan pada pasien kanker," tambah Meriem Messaoudene, mahasiswa pascadoktoral di lab Dr. Routy dan penulis pertama studi tersebut dalam rilis media Université de Montréal.
Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, inhibitor pos pemeriksaan kekebalan (ICI) telah memberi pasien harapan baru. Sistem kekebalan mereka dapat mengatasi resistensi kanker dengan merevolusi terapi yang menargetkan melanoma dan kanker paru-paru. Jenis imunoterapi ini mengaktifkan sistem kekebalan untuk membunuh sel kanker.
Terlepas dari harapan baru tersebut, hanya sebagian kecil pasien yang memiliki respons jangka panjang terhadap imunoterapi yang mirip dengan penyembuhan. Sehingga para peneliti seperti Routy telah mencari pendekatan terapeutik baru. Tujuan utama mereka adalah mengubah mikrobioma yang tidak sehat menjadi mikrobioma yang sehat untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Baca Juga: Hubungan Sel Imun dengan Resistensi Imunoterapi Kanker Kolorektal
Di antara strategi yang telah dibuat Routy adalah salah satu yang menggunakan prebiotik, senyawa kimia yang dapat meningkatkan komposisi mikrobioma usus.
Pendekatan yang dilakukan para peneliti adalah untuk memanipulasi mikrobioma usus. Tujuannya untuk meningkatkan aktivitas inhibitor pos pemeriksaan imun kanker (ICI).
"Untuk mengevaluasi efek menguntungkan dari castalagin, kami memberikan prebiotik secara oral pada tikus yang telah menerima transplantasi tinja dari pasien yang resisten terhadap ICI," katanya.
"Kami menemukan bahwa castalagin mengikat bakteri usus yang menguntungkan, Ruminococcus bromii, dan mendorong respons anti-kanker."
Penemuan kali ini akan segera diuji pada pasien berkat peluncuran uji klinis pertama yang menggabungkan camu-camu berry dan ICI. Perekrutan 45 pasien dengan kanker paru-paru atau melanoma akan dimulai bulan ini di University of Montreal Hospital Research Centre (CRCHUM dan di Jewish General Hospital.
Source | : | Cancer DIscovery,Université de Montréal Press |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR