Nationalgeographic.co.id—Bagi bangsa Romawi Kuno, festival merupakan bagian penting dalam kehidupan keagamaan. Perayaan atau festival diatur dalam penanggalan Romawi.
Musim semi menjadi perayaan kehidupan baru, bunga dan kesuburan. Setiap kebudayaan memiliki tradisi menyambut musim semi, termasuk bangsa Romawi Kuno.
Sejak awal sejarah Romawi, Maret adalah awal tahun baru. Jadi, di bulan Februari bangsa Romawi menyingkirkan yang lama dan mempersiapkan yang baru untuk menyambut tahun baru.
Tidak hanya bercocok tanam, ini juga menjadi waktu pemurnian dan penebusan pelanggaran yang tidak disengaja pada dewa. Perayaan ini dikenal dengan nama Lupercalia.
Meski bertujuan untuk memurnikan diri, pada praktiknya, banyak kekerasan dilakukan selama perayaan. Ini termasuk pengorbanan dan kekerasan seksual.
Mengapa perayaan musim semi Lupercalia Romawi Kuno penuh kekerasan seksual?
Lupercalia adalah festival pagan kuno yang diadakan setiap tanggal 15 Februari di Roma. Beberapa sejarawan percaya bahwa perayaan Valentine berkaitan dengan Lupercalia.
Namun bertolak belakang dengan hari Valentine, Lupercalia adalah perayaan berdarah dan penuh kekerasan seksual. Selain itu, pengorbanan hewan dan perjodohan dilakukan untuk menangkal roh jahat serta ketidaksuburan.
Tidak ada yang tahu kapan tepatnya Lupercalia mulai dirayakan, diperkirakan perayaan ini telah dilakukan sejak abad ke-6 SM.
Menurut legenda, Raja Amulius memerintahkan agar Romulus dan Remus—keponakan kembarnya dan pendiri Roma—dibuang ke Sungai Tiber. Keduanya ditenggelamkan sebagai pembalasan atas pelanggaran sumpah selibat sang Ibu.
Namun, seorang pelayan merasa tidak tega. Sebagai gantinya, ia menempatkan keduanya di dalam keranjang sebelum dibawa ke sungai. Dewa sungai membawa keranjang berserta isinya ke hilir tempat pohon ara liar tumbuh. Keranjang itu pun tersangkut di sana.
Romulus dan Remus kemudian diselamatkan dan dirawat dengan penuh cinta oleh serigala betina. Sarangnya terletak di dasar Bukit Palatine tempat Roma didirikan.
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR