Nationalgeographic.co.id—Seorang fisikawan penemu hukum entropi, Ludwig Boltzmann, pernah berbicara mengenai keindahan sains yang ia setarakan dengan simfoni Beethoven. Lantas dimana letak “kemerduan” suatu teori ,sehingga dapat menyaingi karya komponis legendaris itu?
“Sebuah teori yang indah adalah teori yang hemat asumsi”, begitulah kira-kira kata Ockham ketika mendeskripsikan estetika teori. Meskipun hemat asumsi, teori tersebut haruslah tetap mampu menjelaskan banyak hal.
Ockham adalah salah satu tokoh kunci yang memungkinkan evaluasi estetis atas teori yang dihasilkan dalam konteks ilmu pengetahuan. Gagasanya banyak mempengaruhi para ilmuwan modern yang kerap membicarakan tentang keindahan teori.
Dalam buku Sejarah Estetika karya Martin Suryajaya, menyebutkan bahwa William Ockham merupakan salah satu pemikir estetika pada abad pertengahan. Kendati demikian, pemikiran Ockham bukanlah pengertian estetika yang membedah perihal lukisan, musik, dan hal-hal biasa lainya, “bahkan juga bukan dalam pengertian khas Abad Pertengahan yang menempatkan wacana keindahan pada konteks ketuhanan,” ujar Martin. Namun yang ia bahas adalah mengenai keindahan teori.
Berbicara estetika, Ockham berpikir menggunakan kerangka kesederhanaan. Sudah sejak lama para pemikir lainya juga memikirkan terkait konsep sederhana, misalnya Robert Grosseteste yang berbicara tentang keindahan cara kerja alam yang sederhana, “alam selalu mengambil jalan yang terpendek, yang paling efisien, dan sederhana.” Begitu juga dengan Leonardo da Vinci yang mengungkapkan bahwa, “alam bekerja dengan cara yang amat efisien, tidak ada yang berlebihan dalam kerjanya.”
Meskipun sama-sama berpikir dalam konsep kesederhanaan, namun Ockham tidak menjadikan kesederhanaan sebagai cara kerja alam yang inheren, “Menurutnya, kita tidak punya hak memaksakan konsep manusia tentang kesederhanaan tentang alam,” ujar Martin, saat menjelaskan konsep berpikir Ockham, “oleh sebab itu, Ockham menjadikan kesederhanaan sebagai asas yang membimbing teori.
Menurut Ockham, teori yang indah tidak terletak dalam penggunaan bahasa populer agar mudah dimengerti oleh khalayak, melainkan suatu teori akan menjadi indah ketika ia mampu menjelaskan hal yang kompleks hanya dengan mengandaikan sedikit asumsi dan hanya sedikit menyaratkan ‘objek postulat’.
“Postulat adalah objek-objek yang diperlukan dalam suatu penjelasan, tetapi kerapkali tidak tidak teramati secara langsung atau belum diketahui,” jelas Martin.
Martin memaparkan suatu contoh untuk menggambarkan penjelasan Ockham di muka, “kita dapat menjelaskan proses jatuhnya meteor ke bumi dengan mempostulatkan adanya dewa langit yang melempar meteor kemudian dewa bumi yang membuat benda tersebut jatuh ke bumi,” jelas Martin.
Namun ia mengatakan bahwa penjelasan proses jatuhnya meteor sedemikian rupa mensyaratkan dua objek postulat, yaitu dewa langit dan dewa bumi. Tentu bila penjelasan tersebut diukur menggunakan konsep Ockham, sangatlah jauh dari keindahan. Seseorang harus memilih penjelasan yang lebih sederhana, “kita bisa menjelaskan proses itu hanya dengan mempostulatkan satu hal, yakini gaya gravitasi,” jelas Martin.
Ockham menyerukan untuk memilih penjelasan yang lebih sederhana ketimbang kompleks, sejauh penjelasan tersebut sama-sama dapat mencakup rentang kenyataan yang sama. Dengan hal yang sederhana namun dapat menjelaskan banyak hal, teori ini akan menjadi elegan. Ciri hemat dan elegan inilah yang membuat teori menjadi indah bak simfoni Beethoven.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR