Nationalgeographic.co.id—Pada 1811, novelis Inggris Fanny Burney menjalani mastektomi tanpa wiski untuk mengurangi rasa sakit. Dalam suratnya ia mengenang, "Saya mulai menjerit terus menerus selama sayatan berlangsung. Anehnya, jeritan itu tidak mengganggu telinga. Begitu menyiksanya rasa sakit itu." Burney pingsan dua kali karena rasa sakit yang tidak tertahankan.
Saat itu, anestesi bedah masih dalam perkembangan dan pilihan-pilihan yang ada seringkali tidak dapat diandalkan dan berbahaya. Memang, menghadapi rasa sakit seperti itu merupakan mimpi buruk.
Kini anestesi sekarang menjadi perlengkapan dalam pengobatan. Selain untuk mengelola rasa sakit, beragam obat digunakan untuk mengendurkan otot dan membuat pasien tidak sadarkan diri.
Perjalanan penghilang rasa sakit selama berabad-abad
Anestesi seperti yang kita kenal sekarang adalah penemuan yang relatif baru. Selama berabad-abad, beragam cara dicoba untuk mengurangi rasa sakit. Sejak tahun 1100-an, ada catatan tentang dokter yang mengoleskan spons yang dibasahi dengan opium. Kemudian jus mandrake diberikan kepada pasien untuk menyebabkan kantuk dalam persiapan untuk operasi. Jus itu juga dapat mengurangi rasa sakit akibat sayatan operasi.
Manuskrip dari zaman Romawi hingga abad pertengahan menggambarkan resep untuk campuran obat penenang yang disebut "dwale." Dwale terbuat dari ramuan memabukkan empedu babi hutan, opium, jus mandrake, hemlock dan cuka. Ini dibuat untuk membuat seseorang tertidur saat prosedur operasi.
Sejak tahun 1600-an dan seterusnya di Eropa, opium dan laudanum (opium yang dilarutkan dalam alkohol) menjadi pereda nyeri yang umum.
Namun ternyata semua obat-obatan itu sulit disesuaikan dengan kondisi pasien. Beberapa bahan bisa berbahaya, misalnya hemlock bisa berakibat fatal, opium dan laudanum menyebabkan ketagihan. Mandrake dalam dosis tinggi dapat menyebabkan halusinasi, detak jantung yang tidak normal dan bahkan kematian.
Dengan semua risiko, metode yang paling masuk akal yang digunakan oleh ahli bedah adalah melakukan operasi secepat dan setepat mungkin. Efisiensi dan presisi di bawah tekanan waktu menjadi ukuran keterampilan seorang ahli bedah.
Tetapi kecepatan dan ketepatan juga membatasi ahli bedah pada operasi yang tidak terlalu rumit. Operasi berisiko tinggi seperti operasi caesar dan amputasi kurang umum jika dibandikan dengan zaman sekarang. Ini disebabkan karena rasa sakit yang intens dan tidak dapat dikendalikan jika tanpa anestesi.
Metode tidak biasa dan diragukan bermunculan
Ketika ahli bedah mencari cara baru untuk melakukan pekerjaan mereka, beberapa metode yang tidak biasa muncul. Salah satunya adalah kompresi, teknik yang melibatkan pemberian tekanan pada arteri untuk membuat seseorang tidak sadarkan diri. Atau pada saraf yang menyebabkan mati rasa tiba-tiba pada anggota badan.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR