Kehidupan rumah tangganya tenang. Kepada istrinya, Alexandra Fyodorovna, yang dinikahinya pada 26 November 1894, Nicholas merupakan suami yang sangat setia bagi Alexandra.
"Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin Rusia, Nicholas II harus berjuang terus-menerus melawan dirinya sendiri, menekan keragu-raguan dalam dirinya dan memilih untuk bersikap lebih percaya diri," ungkapnya.
Sisi lain dari kepribadian Nicholas adalah, ia merupakan penguasa Rusia pertama yang menunjukkan minat pribadinya terhadap negara-negara di Asia, dengan mengunjunginya pada tahun 1891.
Namun, kontestasi sumber sejarah mengisahkan minatnya kepada Rusia lebih dari sekadar mengagumi, tapi hasratnya untuk menguasai. Utamanya, saat ia menginginkan Korea ke dalam kekuasaannya.
Inilah yang kemudian menyeret Rusia pada persaingannya dengan Jepang yang memiliki pengaruh di Korea. Nicholas dianggap ikut bertanggung jawab atas Perang Rusia-Jepang.
Parahnya, saat dihadapkan pada kondisi perang, Nicholas II tak mampu mengendalikan pasukan militer dalam berperang. Sisi lain dalam hidupnya yang memutuskan untuk berani untuk percaya diri.
Kekalahan Rusia atas Jepang menjadi pukulan berat bagi Tsar Nicholas II dan keluarganya. Akibat kekalahan itu, sejumlah teror terus menghantui keluarganya hingga menciptakan sejumlah gelombang kekacauan di Rusia.
Sebelum turun tahta secara paksa pada Maret 1917, ia mengizinkan beberapa reformasi dan bahkan mengizinkan pembentukan parlemen.
"Setelah kematiannya, ketika Rusia jatuh ke dalam kediktatoran dan teror di bawah komunis, kecenderungan untuk meromantiskannya tumbuh," ungkap Robert menutup tulisannya.
Source | : | The Washington Post |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR