Nationalgeographic.co.id—Lebih dari 100 tahun yang lalu, langit-langit Rusia memerah, terasa mencekam. 1917 adalah tahun yang paling menentukan bagi keberlanjutan sejarah di Rusia.
Petrograd (sekarang St. Petersburg) menjadi saksi chaos besar yang terjadi. Mulai dari ibu-ibu yang melakukan sejumlah gelombang protes karena kelangkaan roti sebagai makanan pokok, sampai para buruh yang memilih mogok dan melancarkan sejumlah protes.
Kota St. Petersburg yang kala itu masih menjadi ibu kota Rusia, mati total karena gelombang demonstran yang memadati jalan-jalan dan ruang publik.
Di antara kegaduhan dan kekacauan sepanjang 1917, muncul nama Vladimir Lenin sebagai seseorang yang paling vokal menyuarakan keresahan dan menyusun sejumlah rencana untuk menggulingkan kepayahan Tsar Nicholas II.
"Revolusi November 1917, dipimpin oleh sekelompok intelektual, yang sebagian besar belum pernah menjadi pekerja kasar atau membajak sawah," tulis EM46 kepada American Historical Association yang berjudul What Was the Bolshevik Revolution?
Banyak dari mereka —terutama Lenin dan Trotsky—telah tinggal di pengasingan di luar negeri karena pandangan yang telah menyeret mereka ke dalam konflik dengan pemerintahan tsar.
"Semangat pemimpin revolusi adalah Vladimir Lenin, yang berasal dari kaum intelektual dan telah menghabiskan hidupnya bukan sebagai pekerja kasar, tetapi yang ahli dalam menulis dan berbicara," imbuhnya.
Sejumlah propaganda kaum revolusioner Bolshevik dikerahkan, mempersuasi segenap rakyat kelas bawah yang merupakan mayoritas untuk memerangi pemerintahan tsar. Mulai dari kaum buruh, hingga petani.
Baca Juga: Menilik Kekayaan Tsar Rusia yang Masuk dalam Jajaran Manusia Terkaya
Baca Juga: Yekaterina, Ketangguhan Tsar Perempuan dalam Memodernisasi Rusia
Baca Juga: Catatan Tionghoa, Ketika Putra Mahkota Tsar Rusia Melancongi Batavia
Mereka berupaya menyuarakan keresahan kepada Tsar Nicholas II yang menyebabkan kekacauan dan kelangkaan. "Roti diinginkan oleh semua orang, karena perang telah mengganggu transportasi dan menyebabkan kekurangan makanan di kota-kota," sebutnya.
Sejumlah kekacauan dan kehancuran telah mewarnai pusat kota, mematikan aktivitas di Rusia. Dalam waktu singkat, tsar, Nicholas II, turun tahta, mengakhiri 300 tahun kekuasaan Dinasti Romanov di Rusia.
Kelengseran Tsar Nicholas II yang mengakhiri sistem pemerintahan dinasti, telah membuka jalan bagi lahir dan berkembangnya negara berhaluan Komunis, Uni Soviet.
Pimpinan Bolshevik yang dianggap jadi pionir runtuhnya kekaisaran tsar di Rusia, diangkat sebagai pemimpin tertinggi di Rusia kala itu, Vladimir Lenin.
Sejatinya, Lenin adalah pengagum berat dari karya-karya Karl Marx yang kemudian melandasinya dalam suatu Manifesto Komunis. Materialisme Historis karya Marx menjadi caranya memandang Rusia.
"Materialisme Historis merupakan sebuah gagasan yang berpendapat bahwa masyarakat dan struktur politiknya dibentuk oleh realitas ekonomi saat itu. Berangkat dari sini, Lenin akhirnya membawa Rusia ke dalam bentuk barunya, Uni Soviet," tulis Price.
Matthew Price menulis kepada The National News dalam artikelnya yang berjudul From the tsar to Lenin, revisiting the Russian Revolution in new reads. Artikelnya dipublikasikan pada 22 Maret 2017.
Setelah mendirikan Soviet, Lenin juga telah merumuskan sejumlah pergerakan yang ia sebut sebagai Manifesto Komunis. Melalui Komintern (Komunis Internasional), ia mulai menyebarkan ideologinya tersebut.
Meski Komunis lekat dengan Lenin yang terilhami pemikiran Marx, sejatinya ia adalah orang yang tidak sabar dalam merumuskan pemikirannya.
Lenin mengarahkan usahanya untuk merebut kekuasaan dan membangun kediktatoran kaum buruh di bawah naungan komunisme. "Pada akhirnya, tahapan terakhir dari Marxisme—kebebasan untuk semua—tidak pernah terwujud," pungkasnya.
Source | : | The National News,American Historical Association |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR