Selain menentukan lokasi, tantangan terbesar yang dihadapi tim ekspedisi adalah es laut. “Seorang pakar di London berkata dia memberi kami 10 persen peluang bahkan untuk melewati es,” kenang Shears sembari tertawa. Untungnya, kapal penelitian mereka, S.A Agulhass II, mampu menerobos es setebal 91 sentimeter pada kecepatan lima knot. Namun itu tidak mencegahnya untuk “berhenti” sebentar oleh es bulan Februari, ketika suhu menukik ke -10 Celcius. “Tekanan menjadi hal besar darinya,” kata Shears. “Namun kami hanya terjebak sekitar empat jam, di lapisan es kecil, sampai air pasang membuat kami lepas.”
Kapal penelitian akhirnya mencapai area pencarian yang ditentukan pada 18 Februari, dan tim memulai pencarian bawah air Endurance. Untuk pencarian dasar laut 3.000 meter di bawah air, mereka menggunakan dua AUVs yang dilengkapi dengan teknologi sonar dan survei visual. Banyak digunakan di industri minyak lepas pantai, gawai ekspedisi sepanjang 3,6 meter mirip perangkat keras komputer raksasa. Mampu beroperasi secara otomat sejauh 160 kilometer dari kapal dan mampu menahan tekanan dan temperatur ekstrem, mereka mampu mengambil imaji pertama dari situs bangkai kapal Endurance.
Bound dan Shears sedang berjalan-jalan di atas es ketika imaji pertama dikirim dari AUVs, kenang Bound. “Momen ketika kami kembali ke kapal, kami bergegas ke anjungan. Salah seorang rekan [yang bertugas mengawasi] bawah laut ada di sana, tersenyum dengan lebar. Ketika dia menunjukkan kepada saya tangkapan layar, itu seperti seluruh hidup saya tersedot ke momen itu.”
Bab Terakhir yang Terungkap dalam Saga Shackleton
Kata terkenal Shackleton, “Apa yang didapat es, disimpan es.” Namun kisah Endurance tidak berakhir dengan tenggelamnya kapal. Perjalanan Shackleton kembali melintasi Laut Weddell untuk mendapatkan pertolongan bagi krunya yang terdampar akan menjadi salah satu narasi paling terkenal tentang eksplorasi dan bertahan hidup.
Pada April 1916, Shackleton meninggalkan krunya di Pulau Elephant, dan dia dan lima lainnya berangkat menggunakan salah satu sekoci Endurance yang dimodifikasi untuk ke pulau South Georgia. Itu 1.300 kilometer jaraknya, perjalanan 16 hari melintasi kebekuan, laut bergejolak yang dikocok oleh angin berkekuatan badai. “Angin benar-benar menderu saat merobek puncak gelombang,” tulis Shackleton. “Jatuh ke lembah, terlempar hingga tinggi, menegang sampai jahitannya terbuka, mengayunkan perahu kecil kami.”
Tiba di pesisir selatan South Georgia, kemudian mereka menghadapi pendakian 36 jam melintasi pulau pegunungan yang terjal untuk mencapai stasiun perburuan paus di Stormness. Shackleton menghendaki dirinya sendiri untuk berhasil, meskipun, seperti hipotesis penelitian terbaru, dia mungkin mempunyai lubang di hatinya.
Saat para kru terhuyung-huyung masuk, manajer stasiun, Thoralf Sorlle, hampir tidak dapat memercayai penglihatan matanya sendiri. “Janggut kami begitu panjang dan rambut kami kusut kasau,” tulis Shackleton. “Kami tidak mandi dan pakaian yang kami kenakan hampir setahun tanpa ganti compang-camping dan kotor.”
Hampir enam tahun kemudian, saat dia mempersiapkan ekspedisi lainnya ke Antarktika, Shackleton meninggal karena serangan jantung di South Georgia. Dia dimakamkan di sana pada 5 Maret 1922. Tepat 100 tahun kemudian tim Endurance22 menangkap imaji pertama dari Endurance.
Bound berkata dia dan anggota krunya akan berhenti di South Georgia dalam perjalanan mereka kembali ke rumah untuk mengunjungi makam Shackleton. “Kami sedih harus meninggalkan situs itu,” ucapnya. “Namun ada rasa bangga dan pencapaian yang luar biasa. Dan kami akan berhenti untuk memberi rasa hormat kami kepada Bos.”
KOMENTAR