Nationalgeographic.co.id—Sultan Agung bersama dengan Mataram yang tengah ia pimpin, menjadi salah satu kerajaan yang cukup digdaya di Pulau Jawa.
Kebesaran Mataram, tidak terlepas dari semangat ekspansi dan penguasaan daerah baru yang gencar dilakukan oleh pasukan Sultan Agung.
Mataram Islam yang berkuasa dan berpusat di Yogyakarta dan Sebagian Jawa Tengah, menginginkan perluasan pengaruh hingga ke Jawa Timur, termasuk Madura salah satunya. Salah satu wilayah kerajaan Islam yang memiliki pengaruh terbesar di Kawasan Madura adalah Kerajaan Arosbaya.
"Keruntuhan Kerajaan Majapahit membuat perkembangan Islam di pesisir Bangkalan mulai terlihat ketika masyarakat Madura telah melakukan kontak hubungan dengan Gresik dan Surabaya," tulis Muljana.
Slamet Muljana menulis buku berjudul Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara yang diterbitkan ulang pada 2005. Kisah tentang penaklukan tanah Madura dimulai kala Sultan Agung, raja Mataram memerintahkan kepada segenap panglima perangnya untuk menghancurkan dan menguasai semua kerajaan yang ada di Madura.
"Penaklukan Mataram ke Madura tak menyisakan satupun di antara raja-raja Madura yang masih hidup. Upaya untuk menguasai dan membumihanguskan raja-raja Madura terjadi pada tahun 1624 M," lanjutnya.
Menurut Khoirotun Nisa' (2015) dalam jurnalnya berjudul Pemerintahan Pangeran Cakraningrat I di Sampang Tahun (1624-1648), menyebutkan bahwa raja-raja di Madura telah tewas akibat terlibat pertempuran dengan pasukan Sultan Agung.
"Pangeran Mertosari penguasa Sampang, Pangeran Purbaya penguasa Pamekasan, Pangeran Jimat dan ayahnya Panembahan Ronggo Sukowati gugur dalam pertempuran," imbuh Nisa'.
Kerajaan Arosbaya yang agung di Madura hampir hilang tak berbekas, hanya menyisakan satu pangeran Arosbaya yang masih tersisa. Ia adalah Raden Prasena. Raden Prasena dididik dengan tempaan nilai-nilai Keislaman yang baik oleh ibunya.
Raden Prasena dijadikan sebagai tawanan perang, yang kemudian oleh Sultan Agung dijadikannya sebagai abdi dalem kraton yang harus mematuhi segala peraturan tata krama keraton.
Tatkala ditawannya, dibenak Raden Prasena selalu terlintas dan terbesit kenangan pahit sanak saudaranya yang tewas di tangan Sultan Agung kala Mataram melakukan invasinya ke Madura.
Source | : | Journal of Indonesian History (UNNES) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR