Nationalgeographic.co.id—Peradaban Maya pernah membentang ratusan mil melintasi Mesoamerika dan Semenanjung Yucatán, dengan kota-kota yang ramai, ekonomi yang berkembang, dan seni dan budaya yang berkembang pesat.
Tetapi antara abad kedelapan dan ke-10 M, kota-kota di Maya mengalami penurunan populasi secara tiba-tiba, meningkatnya konflik, dan pusat-pusat kota yang ditinggalkan.
Para arkeolog dan peneliti lain telah menganggap degradasi lanskap, gunung berapi, dan kekeringan sebagai kemungkinan pendorong ketidakstabilan dramatis ini di seluruh masyarakat Maya.
Dalam studi terbaru yang dipublikasi Proceedings of the National Academy of Sciences USA, para peneliti menyelidiki dasar danau di dekat kota Maya kuno, Kaminaljuy untuk menyelidiki kemungkinan penyebab utama dari ketidakstabilan yang terjadi.
Publikasi ilmiah terserbut merujuk pada hasil yang mengejutkan lainnya: adanya tanaman ganggang berbahaya yang terdapat dalam pasokan air bersih untuk suku Maya.
"Bahan kimia yang disebut cyanotoxin, membuat beberapa ganggang mekar menjadi beracun," tulis Rebecca Dzombak kepada Scientific American dalam artikelnya berjudul Toxic Algae Plagued Ancient Maya Civilization, terbit pada April 2022.
Ganggang itu berkembang dalam sedimen di dasar Danau Amititlán (Danau Atitlan) di Guatemala tengah —bersama dengan pigmen hijau yang merekam keberadaan ganggang.
Penulis utama dari Proceedings of the National Academy of Sciences USA, Matthew Waters, seorang ahli limnologi di Universitas Auburn, dan tim, mengambil sampel inti 5,5 meter dari dasar danau dan menemukan catatan 2.100 tahun mekarnya alga (ganggang) di sana.
"Dimungkinkan mekarnya ganggang disebabkan oleh limpasan dari pemukiman dan pertanian di daerah aliran sungai yang membawa cyanotoxin," tambahnya.
Di Danau Amititlán (yang sering menjadi tempat berkembang biaknya ganggang berbahaya saat ini), konsentrasi cyanotoxin meningkat selama periode di mana peradaban Maya mencapai puncaknya.
Sebuah studi sebelumnya menunjukkan, bahwa ganggang purba di sebuah danau dekat kota Maya, Tikal, tetapi Waters dan timnya mengklaim mereka adalah yang pertama memberikan bukti definitif adanya cyanotoxin.
Baca Juga: Unik, Suku Maya Anggap Biji Kakao Jadi Hadiah Dewa dan Mata Uang
Baca Juga: Kota Tua Copán di Honduras, Menyimpan Sisa-Sisa Hegemoni Suku Maya
Baca Juga: Tikal, Kota Metropolis Super Kuno Maya yang Ditinggalkan Bangsanya
Baca Juga: Penemuan Situs Bawah Laut Peradaban Maya Tempat Produksi Garam
"Suku Maya khawatir tentang reservoir air yang terkontaminasi sejak tahun 200 SM," ungkap Liwy Grazioso, seorang arkeolog di Universidad de San Carlos de Guatemala kepada Scientific American.
Ilmuwan saat ini baru mulai memahami sejauh mana masalah kualitas air selama periode ketidakstabilan Maya.
"Kehadiran ganggang juga membuat sejumlah kekeringan di kota-kota tersebut," sambung Rebecca.
Bersama dengan penelitian tentang berkembangnya ganggang purba, Waters menambahkan, simpulan dari penelitian itu, bahwa "ganggang mulai menciptakan kasus tentang kualitas air dan kelayakan air yang menjadi penyebab penting dari stres lingkungan yang diderita para penduduk di sekitar Danau Amititlán."
Para ilmuwan juga mendapatkan pelajaran dari hasil risetnya. "Sejarah Danau Amititlán memberikan pengingat yang jelas untuk mengelola tanah serta air dengan hati-hati, untuk menghindari kerusakan ekosistem seperti yang terjadi di masa lalu," tutup Rebecca Dzombak.
Source | : | Scientific American |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR