Nationalgeographic.co.id—Pelat bibir sebagian besar digunakan oleh suku Mursi, Sara dan Suma di Ethiopia. Suku-suku ini terkenal dengan lempengan tanah liat besar yang dikenakan wanita mereka di bibir bawah mereka.
Setelah seorang wanita mencapai usia 15–16 tahun, wanita lain dari suku yang sama akan memotong bibir atasnya dan memasukkan piring kayu ke dalamnya. Seiring berjalannya waktu, tongkat yang lebih besar ditambahkan ke bibir yang sudah diregangkan. Piring yang berbeda dapat ditukar saat bibir membentang lebih jauh. Meskipun tidak wajib untuk memakai pelat bibir setiap saat, adalah umum untuk melihat wanita berjalan-jalan dengan bibir bawah yang longgar menjuntai bebas.
Asal Pelat Bibir
Ada banyak spekulasi tentang bagaimana lempeng bibir berasal, tetapi satu kepercayaan umum itu dimulai karena pria dari beberapa suku di Ethiopia ingin wanita mereka terlihat tidak menarik bagi pria asing selama masa perbudakan. Oleh karena itu, bisa dianggap sebagai respons terhadap kolonialisme.
Meskipun peradaban di seluruh dunia saat ini, tradisi lempeng bibir terus ada. Untuk orang luar, penggunaan pelat bibir terlihat seperti mutilasi kulit, tetapi pengguna tradisional melihatnya secara berbeda. Mereka melihatnya sebagai bentuk ekspresi dan seni. Lalu, terbuat dari apakah pelat bibir?
Pelat bibir juga disebut sebagai cakram atau sumbat bibir. Mereka biasanya terbuat dari kayu atau tanah liat dan berukuran sekitar 4-5 sentimeter. Agar pelat bibir pas, dua hingga empat gigi dicabut dari mulut.
Piring keramik awalnya ditempatkan setelah bibir dipotong dan ketika sembuh, piringan yang sedikit lebih besar dipasang di bibir. Dalam komunitas di mana kebiasaan lempeng bibir dipraktikkan, setiap gadis yang mencapai pubertas akan dipotong bibirnya oleh salah satu anggota perempuan sukunya dan sebuah kayu kecil dipasang di bibirnya. Pelat bibir dapat dilepas ketika ada kebutuhan untuk membersihkan atau menggantinya.
Pentingnya pelat bibir
Piring atau piring bibir umumnya dianggap sebagai "ritus peralihan" dari masa remaja ke masa dewasa. Menurut tradisi, lempeng bibir adalah bukti kesuburan setiap wanita dan bukti bahwa dia siap untuk menikah. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa seorang gadis telah mencapai usia menikah dan siap untuk menjadi seorang istri.
Selain dari pernikahan, kecantikan seorang wanita juga ditentukan oleh seberapa besar bibirnya. Keyakinannya adalah bahwa itu adalah ornamen budaya yang melambangkan kekuatan dan harga dirinya. Hal ini juga dilihat sebagai tanda keberanian dan ketekunan.
Banyak harga diri yang menempel di bibir karena dipandang sebagai suatu kebanggaan. Untuk membuatnya lebih cantik, beberapa wanita mengecat pelat bibir mereka.
Source | : | History of Yesterday |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR