Nationalgeographic.co.id—"Bakar sendok kayu kotak dan buang abunya di kebun mawar," tulis Niki Gamm menggambarkan seruan seorang yang kaya yang menyelenggarakan buka puasa bersama di kediamannya.
Niki Gamm menulisnya kepada Hurriyet Daily News dalam artikel yang berjudul Ramadan protocol in the Ottoman Empire yang dipublikasi 26 Juli 2014.
Instruksi itu adalah perintah yang umum dilakukan dalam setiap acara buka bersama selama bulan Ramadhan di Kekaisaran Ottoman.
"Sendok tersebut telah disiapkan dalam enam set, masing-masing dari enam set memiliki ayat yang sama dari Quran di dekatnya," tambah Gamm.
Penerima sendok kemudian akan mencari tempatnya di meja di mana ayat yang sama dalam set makan yang telah ditulis. Tidak masalah jika seorang paşa (seorang bangsawan) duduk di sebelah orang miskin atau di sebelah seorang imam (pemimpin salat Muslim).
Setelah mengucapkan doa syukur kepada Tuhan, sendok akan dikumpulkan. Dengan demikian para tamu memberikan kesempatan kepada pemilik rumah untuk melakukan perbuatan baik, berbagi makanan untuk berbuka puasa.
"Laki-laki akan duduk terpisah dari perempuan kecuali mereka adalah kerabat dekat (dalam Islam dikenal sebagai muhrim), tetapi anak-anak dapat bergerak bebas di antara kedua kelompok selama makan dan sesudahnya," lanjutnya.
Para sultan baru mulai merayakan buka puasa di dalam keluarga istana mereka setelah Istana Dolmabahçe dibangun dan mereka pindah ke sana pada tahun 1856. Pada Kadir Gecesi (Malam Kekuasaan di bulan Ramadhan), sultan akan pergi salat di Hagia Sofia.
"Setelah makan malam berbuka puasa, orang kaya akan memberikan dua jenis hadiah perpisahan kepada para tamu yang berangkat yang disebut diş kiras," imbuhnya.
Dalam bingkisan diş kiras untuk orang kaya, akan ada nampan perak dengan tasbih kuning, tempat rokok emas, dan cincin dengan saputangan dari potongan beludru.
Sedangkan, bagi orang miskin, akan diberikan akçe (koin) perak dan keping emas. Penerima pada gilirannya akan mengungkapkan harapan bahwa Allah SWT akan memberkati si pemberi.
Bagi anak-anak, Ramadhan adalah waktu hiburan dan hadiah. Mereka begadang sampai waktu sahur, melewati malam dengan menonton penari, mendengarkan musik, pendongeng, menonton wayang kulit Karagöz dan mengikuti penabuh genderang membangunkan sahur.
Baca Juga: Konstantinopel Berubah Jadi Istanbul Bukan Saat Direbut Sultan Ottoman
Baca Juga: Lelakon Ambisi Ottoman Turki dalam Pengepungan Konstantinopel
Baca Juga: Praktik Politik Gelar Keturunan Nabi Muhammad Era Ottoman Turki
Mereka yang tinggal dekat dengan masjid-masjid kekaisaran di kota tua, akan dibawa untuk melihat mahya, yaitu untaian lampu di antara menara-menara yang bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an atau menggambarkan berbagai macam pemandangan, termasuk perahu dan ikan.
Anak-anak yang berpuasa pertama kali akan diapresiasi dengan diberi hadiah. Kadang-kadang orang dewasa akan menyuruh anak-anak untuk hanya berpuasa setengah dan mereka akan membeli setengahnya lagi. Bagaimanapun, anak-anak tidak akan tidur sampai salat subuh.
"Selama Ramadhan di musim panas, sebanyak mungkin orang akan menghabiskan malam di sepanjang Bosphorus," sebutnya.
Begitu juga dengan kedai kopi yang akan buka sepanjang malam selama Ramadhan, meramaikan malam-malam, dan membantu pihak berwenang untuk menjaga ketertiban malam di Ottoman.
Kedai kopi jenis ini akan buka selama 24 jam dari hari pertama Ramadhan hingga hari terakhir sebelum liburan lebaran, ketika mereka akan kembali ke jam kedai kopi normal.
Source | : | Hurriyet Daily News |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR