Namun, ada referensi di surat kabar dan jurnal yang mendahului Huxley, kembali ke abad ke-19. Artikel dan jurnal itu menunjukkan kebingungan tentang apakah vomitorium itu sebuah lorong atau ruang untuk mengosongkan perut seseorang.
Dalam laporan Natal tahun 1871 di Inggris, jurnalis dan politisi Prancis Felix Pyat menggambarkan jamuan makan malam sebagai “pesta pora yang menjijikkan, pagan, dan mengerikan – pesta Romawi, di mana muntahannya tidak diinginkan.” Pada tahun 1871, kemudian, vomitorium disalahpahami sebagai ruang muntah.
Pada tahun yang sama penulis Inggris Augustus Hare menerbitkan bukunya Walks in Rome. Dalam tulisannya, ia berasumsi bahwa ruang yang berdekatan dengan ruang makan di Istana Flavianus di Palatine tidak lain adalah vomitorium. Ruangan ini ia gambarkan sebagai "peringatan menjijikkan dari kehidupan Romawi”.
Tidak ketinggalan, Los Angeles Times memuat dua artikel (pada tahun 1927 dan 1928) yang menyebutkan pesta Romawi dan vomitorium. Ini membuat kunjungan ke vomitorium telah tertanam dalam imajinasi populer sebagai bagian penting dari setiap pesta makan malam Romawi.
Kaisar yang rakus
Dari mana ide vomitorium berasal? Novel Huxley menyinggung kisah-kisah kerakusan akut di halaman Satyricon punggawa Romawi Petronius (ditulis pada abad ke-1 M).
Namun, novel Petronius tidak menampilkan ruang muntah. “Yang tertulis hanya deskripsi tentang buang air besar saat makan malam,” tambah Davenport.
Untuk cerita tentang muntah saat perjamuan, Suetonius dalam 'On the Lives of the Caesars dan Cassius Dio's Roman History’ mengisahkannya.
Menurut Suetonius, kaisar Claudius selalu makan dan minum secara berlebihan. Sang kaisar kemudian akan berbaring sehingga bulu bisa dimasukkan ke tenggorokannya untuk membuatnya memuntahkan isi perutnya. Kaisar Claudius muntah di antara waktu makan untuk memberi ruang bagi perjamuan berikutnya.
Sejarawan Cassius Dio membandingkannya dengan kaisar Vitellius yang ‘diberi makan hanya dengan melewati makanan’.
Bukan hanya untuk menghibur, kisah ini ditulis untuk menegaskan tentang kelayakan untuk memerintah kekaisaran.
Keserakahan dan kerakusan mewakili pengabdian pada kesenangan dan ketidakmampuan untuk mempertahankan kendali atas keinginan seseorang.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Source | : | Ancient Pages |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR