Nationalgeographic.co.id—Di sebelah timur Forum Romawi berdiri bangunan besar Koloseum, amfiteater terbesar yang pernah dibangun pada zaman kuno. Berabad-abad yang lalu, puluhan ribu penonton memenuhi tempat untuk untuk menyaksikan hiburan. Hiburan yang dimaksud adalah pembantaian di mana gladiator berjuang sampai mati di arena untuk mendapatkan kemenangan.
“Bagi yang lain, Koloseum bisa menjadi tempat eksekusi,” tutur Kiera Johns dilansir dari laman The Collector. Namun lagi-lagi bagi penonton, hukuman mati para penjahat ini pun jadi hiburan. Melihat fungsinya, tidak heran jika sejarah koloseum dipenuhi darah.
Bertahan selama ribuan tahun, kini Koloseum jadi ikon warisan Romawi juga simbol pertumpahan darah.
Asal-usul Koloseum
Koloseum dibangun di lembah antara Bukit Caelian, Esquiline, dan Palatine di Roma. Pada 64 SM masa kepemimpinan Kaisar Nero, daerah kota ini dirusak oleh kebakaran besar.
Kebakaran ini dijadikan alasan untuk merebut ruang di ibu kota kekaisaran untuk tujuannya sendiri. Nero mengambil tanah itu untuk dijadikan Domus Aurea yang terkenal atau ‘rumah emas’ yang menyatakan kekuasaannya.
Setelah Nero bunuh diri, penerusnya berusaha memulihkan Roma dan menghapus warisan Nero. Ini termasuk Domus Aurea.
Tanah yang diambil alih oleh Nero untuk keperluan pribadi dikembalikan untuk penggunaan umum. Sebuah amfiteater yang luas, tempat hiburan populer dan simbol kebaikan kekaisaran di jantung ibukota adalah pilihan yang tepat.
Kaisar, Koloseum dan politik
Sama seperti kaisar Flavianus, kaisar penerusnya pun memanfaatkan Koloseum untuk mendapatkan keuntungan politik. Para kaisar berinvestasi di arena yang luas, baik dalam permainan atau dalam struktur arena itu sendiri.
Cassius Dio mencatat bahwa pertandingan pertama digagas oleh Kaisar Titus. Sekitar 9.000 hewan liar dibunuh di arena, bersama dengan pertempuran antara pejuang tunggal, kelompok laki-laki, pertempuran laut, dan pacuan kuda.
Kaisar Domitianus menghiasi warisan keluarganya ke ibukota kekaisaran dengan menambahkan tempat duduk tambahan ke tingkat atas arena.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR