Nationalgeographic.co.id—Pada akhir 1997 dan hingga 1998, hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah, Indonesia, di pulau Kalimantan terbakar, mengirimkan gumpalan asap ke Sumatera, Singapura, dan Malaysia.
"Kebakaran di rawa-rawa Kalimantan Tengah termasuk yang terburuk, lahan gambut dan hutan terbakar di seluruh Kalimantan dan Sumatera di Indonesia tahun itu," tulis Jenny Goldstein dalam jurnalnya.
Goldstein menulis dalam jurnal Arcadia dengan judul Carbon Bomb: Indonesia’s Failed Mega Rice Project yang dipublikasikan pada tahun 2016.
"Menurut perkiraan beberapa ilmuwan, jumlah karbon dioksida yang dimuntahkan kebakaran Indonesia ke atmosfer pada akhir tahun 1997 setara dengan sekitar 13-40% emisi karbon tahunan global dari bahan bakar fosil," terusnya.
Bertepatan dengan penggulingan Presiden Indonesia—Soeharto, krisis ekonomi Asia, dan badai pergolakan lingkungan dan politik pada tahun 1998, mendorong hutan rawa gambut Indonesia ke dalam kesadaran nasional bahkan global.
"Pusat dari krisis lingkungan ini adalah Proyek Beras Mega Indonesia," sebut Jenny Goldstein dalam jurnalnya.
Pada awal 1990-an, Presiden Soeharto membayangkan rawa gambut Kalimantan Tengah sebagai lanskap yang ideal untuk sebuah mega proyek yang membangun produksi beras basah ala Jawa yang intensif.
Hal itu sejalan dengan tujuan untuk meningkatkan swasembada pangan Indonesia yang masih muda dan memberi makan 200 juta orang di negara itu.
Sementara kelompok adat di pesisir Kalimantan telah lama membudidayakan padi dengan irigasi pasang surut, sistem pertanian asli ini jauh berbeda dengan budidaya padi sawah irigasi yang ditemukan di Jawa.
Namun, pulau Jawa yang berpenduduk padat, pusat politik Indonesia dan sumber makanan yang subur, kehilangan sawah karena pembangunan industri.
Maka dari itu, Pemerintahan Soeharto berupaya mengimbangi penurunan produksi beras dengan membuka lahan pertanian baru di pulau-pulau terluar Indonesia.
Sebuah perusahaan agribisnis yang berbasis di Singapura, PT Sambu, membanggakan keberhasilannya dalam menanam kelapa dan nanas secara komersial di lahan gambut di tenggara Sumatera dengan mengandalkan jaringan tanggul dan kanal yang rumit untuk mengendalikan banjir.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Arcadia journal |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR