Nationalgeographic.co.id - Sekitar 4 miliar tahun yang lalu, Bumi dan Mars masih muda, hangat dan basah. Jika mereka bukan kembar tata surya, mereka pasti saudara kandung.
Saat ini, Planet Merah lebih terlihat seperti planet mati. Permukaannya kering dan dingin, jauh di bawah titik beku, tanpa air cair untuk dibicarakan. Meskipun beberapa ahli geologi percaya bahwa air senilai lautan yang pernah menghiasi Mars masih ada dan terperangkap di bawah permukaannya, tetapi untuk membenarkannya masih membutuhkan banyak penelitian.
Belum lama ini, sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Universitas Lund di Swedia telah menyelidiki meteorit dari Mars menggunakan neutron dan tomografi sinar-X, teknologi yang mungkin akan digunakan ketika NASA memeriksa sampel dari Planet Merah pada tahun 2030 nanti. Temuan tim tersebut menunjukkan bahwa meteorit memiliki paparan air yang terbatas, sehingga membuat kehidupan pada waktu dan tempat tertentu tidak mungkin terjadi.
Dalam kepulan asap, pesawat ruang angkasa NASA Perseverance diterjunkan ke permukaan berdebu Mars pada Februari 2021. Selama beberapa tahun, kendaraan itu akan berkeliling dan mengambil sampel untuk mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan oleh David Bowie dalam Life on Mars pada 1971. Baru sekitar tahun 2030 NASA benar-benar berniat mengirim sampel kembali ke Bumi, tetapi bahan dari Mars sudah dipelajari terlebih dahulu dalam bentuk meteorit.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan di Science Advances pada 11 Mei 2022 dengan judul "The scale of a martian hydrothermal system explored using combined neutron and x-ray tomography", tim peneliti internasional telah mempelajari meteorit berusia sekitar 1,3 miliar tahun menggunakan pemindaian tingkat lanjut.
"Karena air adalah pusat pertanyaan apakah kehidupan pernah ada di Mars, maka kami ingin menyelidiki seberapa banyak meteorit bereaksi dengan air ketika masih menjadi bagian dari batuan dasar Mars," jelas Josefin Martell, mahasiswa doktoral geologi di Universitas Lund.
Untuk menjawab pertanyaan apakah ada sistem hidrotermal utama, yang umumnya merupakan lingkungan yang menguntungkan bagi kehidupan, para peneliti menggunakan tomografi neutron dan sinar-X. Tomografi sinar-X adalah metode umum untuk memeriksa suatu objek tanpa merusaknya. Tomografi neutron digunakan karena neutron sangat sensitif terhadap hidrogen.
Baca Juga: Peneliti Temukan Kawah Tumbukan 'Tunggul Pohon' Raksasa di Mars
Baca Juga: Mempelajari Bukit Pasir, Ilmuwan Tafsirkan Pola Angin di Mars
Baca Juga: Inilah Urutan Lima Teratas Kegagalan dalam Imajinasi Ilmu Pengetahuan
Ini berarti bahwa jika suatu mineral mengandung hidrogen, dimungkinkan untuk mempelajarinya dalam tiga dimensi dan melihat di mana hidrogen berada di meteorit itu. Hidrogen (H) selalu menarik ketika para ilmuwan mempelajari materi dari Mars, karena air (H2O) merupakan prasyarat untuk kehidupan seperti yang kita kenal. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian kecil sampel tampaknya telah bereaksi dengan air, dan oleh karena itu mungkin bukan sistem hidrotermal besar yang menyebabkan perubahan tersebut.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR