Nationalgeographic.co.id—Jerapah modern identik dengan leher yang panjang, menjadikannya hewan darat tertinggi dan pemamah biak terbesar di Bumi. Jerapah telah lama dianggap sebagai contoh klasik evolusi adaptif dan seleksi alam sejak Charles Darwin pertama kali menulis konsep tersebut.
Secara umum diyakini bahwa persaingan untuk mendapatkan makanan mendorong pemanjangan leher. Leher panjang membuat jerapah memungkinkan untuk mencari daun di puncak pohon di hutan sabana Afrika yang jauh di luar jangkauan spesies ruminansia -hewan pemamah biak yang mengonsumsi tumbuhan lainnya.
Namun, yang lain berpendapat hipotesis leher panjang berevolusi sebagai bagian dari seleksi seksual. Hal tersebut menunjukkan seleksi seksual yang didorong oleh persaingan antar jantan mungkin juga berkontribusi pada evolusi leher.
Sekarang, penemuan baru fosil spesies jerapah purba di Tiongkok Utara dapat membantu memperjelas evolusi tersebut. Ahli paleontologi telah mengidentifikasi spesies baru jerapah yang hidup di Tiongkok utara selama zaman Miosen Awal sekitar 17 juta tahun yang lalu.
Spesies baru tersebut memiliki tengkorak bertulang tebal dengan penutup kepala seperti "Helm" berbentuk cakram besar yang keras. Spesies baru tersebut kemudian dinamakan Discokeryx xiezhi. Laporan tersebut telah diterbitkan di jurnal Science dengan judul "Sexual selection promotes giraffoid head-neck evolution and ecological adaptation" pada 3 Juni 2022.
"Fosil spesies jerapah purba dapat membantu memperjelas mekanisme evolusi ini," kata Shi-Qi Wang dari Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology di Chinese Academy of Sciences dan rekan-rekannya dari China, Amerika Serikat, Jerman, Swiss, dan Austria seperti dilansir sci-news.
Spesies jerapah yang baru diidentifikasi, Discokeryx xiezhi, memiliki tutup kepala seperti helm dan sendi kepala dan leher yang sangat rumit yang menunjukkan pertempuran kepala yang intens. "Baik jerapah yang masih hidup maupun Discokeryx xiezhi termasuk dalam superfamili Girafoidea," kata Wang.
"Meskipun morfologi tengkorak dan leher mereka sangat berbeda, keduanya terkait dengan perjuangan seleksi seksual pejantan dan keduanya telah berkembang ke arah yang ekstrem."
Para peneliti menggambarkan spesies jerapah miosen baru ini dengan tutup kepala seperti helm dan sambungan kepala dan leher yang rumit yang menunjukkan pertempuran kepala yang intens. Mereka berpendapat bahwa pemilihan untuk pertempuran semacam itu juga berperan dalam membentuk leher panjang kelompok tersebut.
Sementara itu, rekan peneliti Profesor Tao Deng mengatakan Discokeryx xiezhi menampilkan banyak karakteristik unik di antara mamalia. "Termasuk perkembangan ossicone besar seperti cakram di tengah kepalanya,” katanya. Profesor Tao Deng adalah peneliti di Institut Paleontologi Vertebrata dan Paleoantropologi di Akademi Ilmu Pengetahuan China, CAS Center for Excellence in Life and Paleoenvironment, dan College of Earth and Planetary Sciences di University of Chinese Academy of Sciences.
Baca Juga: Fosil Badak yang Lebih Tinggi dari Jerapah Ditemukan di Cina
Baca Juga: Tinggal di Dekat Manusia Melemahkan Ikatan Sosial Jerapah, Mengapa?
Baca Juga: Mengkaji Ulang Pohon Evolusi: Selama Ini Kita Banyak yang Salah
Baca Juga: Garis Waktu Evolusi Mamalia Makin Jelas Lewat Pengembangan Ilmiah Baru
Selain itu, data isotop email gigi dari Discokeryx xiezhi menunjukkan bahwa spesies tersebut kemungkinan juga mengisi ceruk ekologis tertentu dalam ekosistem yang tidak tersedia bagi herbivora kontemporer lainnya.
"Isotop email gigi yang stabil menunjukkan bahwa Discokeryx xiezhi hidup di padang rumput terbuka dan mungkin bermigrasi secara musiman," kata Jin Meng, seorang peneliti di American Museum of Natural History.
Untuk hewan saat itu, lanjutnya, lingkungan padang rumput lebih tandus dan kurang nyaman daripada lingkungan hutan. "Perilaku bertarung yang kejam dari Discokeryx xiezhi mungkin terkait dengan stres terkait kelangsungan hidup yang disebabkan oleh lingkungan," kata Meng.
Menurut penulis, evolusi awal jerapah lebih kompleks daripada yang diketahui sebelumnya, di mana, selain persaingan untuk makanan, pertempuran seksual kemungkinan memainkan peran penting dalam membentuk kelompok yang panjang dan beradaptasi secara unik.
Source | : | Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR