Nationalgeographic.co.id—Tim paleontolog dari University of California, Berkeley, mengumumkan telah menemukan dua fosil hyena yang berusia 12 hingga 15 juta tahun. Tim peneliti memberinya nama Gansuyaena megalotis, hyena bertubuh kecil yang hidup di tempat yang sekarang menjadi Provinsi Gansu di Tiongkok.
Gansuyaena megalotis mewakili hubungan morfologis yang paling dekat dengan aardwolf pemakan rayap (Proteles cristatus) yang hidup di zaman sekarang. Temuan tersebut telah dipublikasikan di jurnal Vertebrata PalAsiatica dengan judul "A new genus and new species of Miocene Hyenaidae from Linxia Basin, Gansu" baru-baru ini.
Seperti diketahui, dari sekitar seratus spesies hyena yang dikenal, baik yang masih hidup dan sudah punah, semua hyena adalah pemakan daging atau karnivora. Namun ada satu spesies yang aneh, yang secara misterius memilih memakan rayap, yaitu aardwolf atau Proteles cristatus.
Itu membingungkan banyak ilmuwan. Apa yang terjadi dalam sejarah hyena? Mengapa hyena yang biasanya makan daging mentah, malah beralih ke serangga?
Menurut Jack Tseng, asisten profesor biologi integratif di University of California, Berkeley, dan kurator di Museum Paleontologi California Univesity, aardwolf yang hidup saat ini di Afrika Timur dan Selatan, Proteles cristata, adalah sebuah anomali.
"Ini (aardwolf) benar-benar hewan yang sangat misterius," kata Tseng.
"Aardwolf adalah hyena, tetapi mereka benar-benar hyena yang paling aneh karena mereka tidak melakukan apa yang dilakukan hyena lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah punah."
Tseng telah memeriksa banyak fosil tulang hyena selama karirnya, tetapi tidak ada yang memiliki karakteristik unik dari aardwolf. Hyena berasal sekitar 22 juta tahun yang lalu, dan aardwolf tampaknya muncul sekitar 15 juta tahun yang lalu.
Hasil tersebut berdasarkan analisis divergensi genetik mereka dari tiga spesies hyena hidup lainnya. Akan tetapi satu-satunya fosil aardwolf yang dapat dikenali berasal 4 juta tahun yang lalu.
Baca Juga: Mengikuti Tradisi, Keluarga Ini Hidup dengan Hyena Puluhan Tahun
Baca Juga: Fosil Tengkorak Homo Longi di Harbin, Tiongkok Berusia 146.000 Tahun
Baca Juga: Changyuraptor yangi, Dinosaurus Besar yang Terbang dengan Empat Sayap
"Mereka adalah spesialis rayap, yang tidak bisa lebih jauh dari hyena lain dalam hal kemampuan mereka untuk meremukkan tulang atau memotong daging," kata Tseng.
"Jadi, aardwolf selalu menjadi mamalia yang sangat ingin dipelajari lebih lanjut oleh ahli ekologi dan paleontologi."
Penemuan dua fosil tengkorak Gansuyaena megalotis, menurut peneliti dapat menjelaskan misteri ini. Menurut tim, tengkorak hyena purba memiliki langit-langit yang lebar, seperti aardwolf, mungkin untuk mengakomodasi lidah yang lebih besar dan lebih berotot untuk menyeruput rayap.
Giginya memiliki jarak yang lebih lebar, juga seperti aardwolf, menunjukkan bahwa Gansuyaena megalotis menjauh dari pola makan daging.
Selain itu, telinga tengahnya memiliki ruang berbentuk kubah yang luas, yang ditemukan pada hewan, seperti beberapa hewan pengerat gurun dan aardwolves, yang berevolusi untuk meningkatkan kepekaan pendengaran. Mungkin fitur itu untuk mendeteksi dengungan koloni rayap, kata peneliti.
Kemudian, mirip dengan aardwolf yang masih ada, fosil ini juga memiliki rongga mata yang lebih besar untuk ukurannya daripada hyena lainnya. Meskipun mereka tidak mengeklaim bahwa Gansuyaena megalotis adalah nenek moyang langsung dari aardwolf, para peneliti menyimpulkan bahwa hewan purba ini adalah fosil yang paling dekat dengan aardwolf.
Selain itu, usia fosil juga cocok dengan perkiraan jam molekuler tentang asal usul aardwolf sekitar 15 juta tahun yang lalu.
"Dengan fosil-fosil ini, kita dapat benar-benar mulai mendapatkan pertanyaan, 'Bagaimana garis keturunan yang sangat khusus untuk makan daging memiliki anggota, sepupu yang aneh, yang memulai jalan yang sama sekali berbeda ini menjadi insektivora khusus'," kata Tseng.
"Sekarang, kami memiliki titik awal dan titik akhir, yaitu hari ini. Langkah selanjutnya adalah mencari tahu apa yang terjadi selama 10 juta tahun dari garis keturunan ini."
Source | : | University of California Berkeley,Vertebrata PalAsiatica |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR