Nationalgeographic.co.id—Sejak 1515, Gresik telah tumbuh menjadi kawasan yang cukup sibuk di Pulau Jawa. Gambaran ini berasal dari Tome Pires dalam buku gubahan H.J. De Graaf berjudul De Regering Van Sultan Agung, Vorst Van Mataram, 1613-1645 (2002).
Dalam bukunya, dikisahkan bahwa Tome Pires mengisahkan kegemilangan Gresik. Bersamaan dengan tumbuhnya agama Islam, kota ini tumbuh menjadi kawasan yang makmur dan sejahtera. Dari berita Pires-lah, Belanda memulai politik dagangnya di Gresik.
"Pada 27 April 1602, Laksamana Jacob van Heemskerck yang telah dikenal (sohor) di Pantai Jepara, berlabuh di Gresik," tulisnya. Dari sini, ia mulai mendirikan kantor dagang VOC pertama di Jawa Timur.
Agaknya, kantor dagang pertama ini tak segemilang dengan yang diharapkan. Terbukti dalam beberapa tahun berikutnya, mulai berdiri lagi kantor dagang VOC oleh Laksamana Wijbrand van Warwijck.
Niat Laksamana Wijbrand ini diusung dengan inisiasi berupa pemberian hadiah kepada raja di Gresik agar mendapatkan simpati. Beroleh, diberikan sebidang tanah kepada sang Laksamana untuk dibangun sebuah kantor dagang.
Bak tanah perdikan, raja juga berjanji tidak akan menarik upeti atau bea cukai dari VOC di Gresik. Sebagai kepala kantor dagangnya, ditunjuklah Dirck van Leeuwen untuk memimpin keberlangsungan kantor.
Penunjukan Dirck dinilai cemerlang, mengingat ia merupakan ahli permata yang masyhur di Jawa, sekaligus orang Belanda yang dapat bergaul dengan orang-orang Jawa.
Hampir 13 tahun kantor dagang ini bertahan, hingga sekitar tahun 1615. Napak tilas kantor dagang ini memberitakan kehidupan di Gresik atau Karesidenan Surabaya lewat surat-surat kabar di dalamnya.
Surat ini mengisahkan kehidupan para raja juga, meskipun, "disesalkan bahwa tidak penah disebut nama maupun gelar raja-raja setempat," lanjutnya.
Satu-satunya gambaran yang cukup jelas tentang pribadi seorang raja yang masih tersimpan ialah sewaktu kunjungan Steven van der Haghen ke istana Surabaya pada tahun 1607.
Dengan adanya kantor dagang VOC di pelabuhan Gresik dengan banyaknya kapal-kapal besar milik mereka yang berlabuh, memperbesar masuknya arus pemberitaan sampai ke daerah pedalaman.
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR