Nationalgeographic.co.id—Banyak dari kita mungkin pernah mendengar tentang terapi musik dan terapi seni, tetapi bagaimana dengan 'terapi piknik'? Adakah manfaat yang bisa diperoleh dari terapi piknik?
Makalah lintas disiplin baru dari Universitas Edith Cowan (ECU) mengusulkan agar kita mengubah cara kita memandang pariwisata, melihatnya tidak hanya sebagai pengalaman rekreasi tetapi sebagai industri yang dapat memberikan manfaat kesehatan yang nyata.
Kolaborasi antara Center for Precision Health ECU dan School of Business and Law telah menemukan banyak aspek dari pergi berlibur dapat berdampak positif bagi mereka yang memiliki masalah atau kondisi kesehatan mental.
Peneliti utama Dr Jun Wen mengatakan tim beragam pariwisata, kesehatan masyarakat dan pakar pemasaran menyelidiki bagaimana piknik dapat bermanfaat bagi mereka yang hidup dengan demensia.
Hasil kajian Wen telah dipublikasikan di jurnal Tourism Management pada 7 Mei 2022 dengan menyertakan judul Tourism as a dementia treatment based on positive psychology.
"Para ahli medis dapat merekomendasikan perawatan demensia seperti terapi musik, olahraga, stimulasi kognitif, terapi kenangan, stimulasi sensorik dan adaptasi dengan waktu makan dan lingkungan pasien," kata Wen. “Ini semua juga sering ditemui saat liburan.”
Penelitian ini adalah salah satu yang pertama secara konseptual yang membahas bagaimana pengalaman piknik ini berpotensi memiliki fungsi sebagai intervensi demensia.
Dr Wen mengatakan sifat piknik atau pariwisata yang bervariasi berarti ada banyak peluang untuk menggabungkan perawatan untuk kondisi seperti demensia. Misalnya, berada di lingkungan baru dan memiliki pengalaman baru dapat memberikan stimulasi kognitif dan sensorik.
"Olahraga telah dikaitkan dengan kesejahteraan mental dan piknik sering kali melibatkan peningkatan aktivitas fisik, seperti lebih banyak berjalan," kata Wen. "Waktu makan seringkali berbeda pada hari libur: mereka biasanya lebih banyak urusan sosial dengan banyak orang dan makanan bergaya keluarga telah ditemukan secara positif memengaruhi perilaku makan pasien demensia.”
"Dan kemudian ada dasar-dasar seperti udara segar dan sinar matahari yang meningkatkan kadar vitamin D dan serotonin. Segala sesuatu yang datang bersama-sama untuk mewakili pengalaman pariwisata holistik, memudahkan untuk melihat bagaimana pasien dengan demensia dapat mengambil manfaat dari pariwisata sebagai intervensi." jelas Wen.
Dr Wen mengatakan dampak COVID-19 pada pariwisata dalam beberapa tahun terakhir ini telah menimbulkan pertanyaan tentang nilai pariwisata di luar faktor gaya hidup dan ekonomi.
"Pariwisata telah terbukti meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis," katanya. "Jadi, setelah COVID, ini saat yang tepat untuk mengidentifikasi tempat pariwisata dalam kesehatan masyarakat, dan bukan hanya untuk turis yang sehat, tetapi juga kelompok yang rentan."
Wen berharap penelitian kolaboratif baru dapat dimulai untuk meneliti bagaimana pariwisata dapat meningkatkan kehidupan orang-orang dengan berbagai kondisi.
"Kami mencoba melakukan sesuatu yang baru dalam menjembatani pariwisata dan ilmu kesehatan," katanya. "Harus ada lebih banyak penelitian dan bukti empiris untuk melihat apakah pariwisata dapat menjadi salah satu intervensi medis untuk berbagai penyakit seperti demensia atau depresi.
"Jadi, pariwisata bukan hanya tentang bepergian dan bersenang-senang; kita perlu memikirkan kembali peran pariwisata dalam masyarakat modern," pungkasnya.
Anda pernah mendengar pepatah lama bahwa perubahan sama baiknya dengan istirahat. Nah, kami katakan inilah saatnya untuk meninggalkan kesibukan sehari-hari, dan tekan tombol reset. Tukar rasa lelah Anda berlari ke sekolah untuk beberapa sinar matahari di tepian pantai. Tukar kepenatan di tempat pekerjaan Anda dengan menikmati pegunungan yang hijau. Atau tukar panggilan konferensi yang membosankan dengan melakukan hiking ke air terjun. Rasakan perbedaannya.
Source | : | Independent |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR