Miller menjelaskan bahwa 'hipotesis mode termoregulasi' menunjukkan bahwa ektoterm, karena mereka memerlukan suhu eksternal untuk mengatur suhu tubuh mereka dan, oleh karena itu, seringkali memiliki metabolisme yang lebih rendah.
Pada akhirnya, eksoterm menua lebih lambat daripada endoterm, yang secara internal menghasilkan panas mereka sendiri dan memiliki metabolisme yang lebih tinggi.
"Orang cenderung berpikir, misalnya, tikus menua dengan cepat karena metabolismenya tinggi, sedangkan kura-kura menua dengan lambat karena metabolismenya rendah," kata Miller.
Temuan tim, bagaimanapun, mengungkapkan bahwa tingkat penuaan dan rentang hidup ektotermik berkisar baik di atas dan di bawah tingkat penuaan yang diketahui untuk endotermik berukuran serupa. Hal itu menunjukkan bahwa cara hewan mengatur suhunya, berdarah dingin versus berdarah panas, belum tentu menunjukkan tingkat penuaan atau umurnya.
"Kami tidak menemukan dukungan untuk gagasan bahwa tingkat metabolisme yang lebih rendah berarti ektotermik menua lebih lambat," kata Miller. "Hubungan itu hanya berlaku untuk kura-kura, yang menunjukkan bahwa kura-kura itu unik di antara ektoterm."
Hipotesis fenotipe menunjukkan bahwa hewan dengan sifat fisik atau kimia yang memberikan perlindungan, seperti zirah, duri, cangkang atau racun, memiliki penuaan yang lebih lambat dan umur panjang yang lebih besar.
Tim mendokumentasikan bahwa sifat protektif ini memang memungkinkan hewan untuk menua lebih lambat dan, dalam kasus perlindungan fisik, hidup lebih lama untuk ukuran mereka daripada mereka yang tidak memiliki fenotipe pelindung.
Beth Reinke, penulis pertama dan asisten profesor biologi, Northeastern Illinois University, lebih lanjut menjelaskan, "Berbagai mekanisme perlindungan ini dapat mengurangi tingkat kematian hewan karena mereka tidak dimakan oleh hewan lain. Dengan demikian, mereka cenderung hidup lebih lama," kata Reinke.
Baca Juga: Melawan Teori Evolusi, Mengapa Penuaan pada Kura-Kura Sangat Lambat?
Baca Juga: Hati-hati, Terlalu Stres Bisa Bikin Anda Rentan Terkena Penyakit
Source | : | Science,Penn State University |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR