Nationalgeographic.co.id—Tim internasional yang terdiri atas 114 ilmuwan melaporkan studi paling komprehensif tentang penuaan dan umur panjang reptil dan amfibi di seluruh dunia. Studi terbesar hingga saat ini tentang umur panjang yang telah mengungkap rahasia penuaan.
Di antara banyak temuan mereka, mereka mendokumentasikan untuk pertama kalinya bahwa kura-kura, buaya, dan salamander memiliki tingkat penuaan yang sangat rendah dan rentang hidup yang panjang untuk ukuran mereka.
Tim juga menemukan bahwa fenotipe pelindung, seperti cangkang keras pada sebagian besar spesies kura-kura, berkontribusi pada penuaan yang lebih lambat. Bahkan dalam beberapa kasus 'penuaan yang dapat diabaikan'—atau hanya sedikit penuaan biologis.
Laporan lengkap studi tersebut telah diterbitkan di jurnal Science dengan judul "Diverse aging rates in ectothermic tetrapods provide insights for the evolution of aging and longevity" baru-baru ini.
Seperti diketahui, kura-kura raksasa Jonathan the Seychelles baru-baru ini menjadi berita karena menjadi "hewan darat tertua" yang hidup di dunia karena usianya mencapai 190 tahun.
Meskipun, bukti anekdotal seperti ini juga terdapat pada beberapa spesies kura-kura dan ektoterm lainnya, namun buktinya tidak jelas dan sebagian besar berfokus pada hewan yang hidup di kebun binatang atau beberapa individu yang hidup di alam liar.
Sekarang, tim internasional yang terdiri dari 114 ilmuwan, yang dipimpin oleh Pennsylvania State University dan Northeastern Illinois University, melaporkan studi paling komprehensif tentang penuaan dan umur panjang hingga saat ini. Laporan tersebut terdiri dari data yang dikumpulkan di alam liar dari 107 populasi dari 77 spesies reptil dan amfibi di seluruh dunia.
David Miller, penulis senior dan profesor ekologi populasi satwa liar Pennsylvania State University mengatakan: "Sampai sekarang tidak ada yang benar-benar mempelajari ini dalam skala besar di banyak spesies di alam liar," kata Miller dalam rilis media.
"Jika kita dapat memahami apa yang memungkinkan beberapa hewan menua lebih lambat, kita dapat lebih memahami penuaan pada manusia, dan kita juga dapat menginformasikan strategi konservasi untuk reptil dan amfibi, yang banyak di antaranya terancam atau hampir punah."
Dalam studi mereka, para peneliti menerapkan metode filogenetik komparatif, yang memungkinkan penyelidikan evolusi organisme, untuk menandai-mendapatkan kembali data-ditangkap kembali, ditandai, dilepaskan kembali ke alam liar dan diamati.
Tujuan mereka adalah untuk menganalisis variasi dalam penuaan ektoterm (menyerap panas lingkungan) dan umur panjang di alam liar dibandingkan dengan endoterm (hewan berdarah panas). Kemudian mereka mengeksplorasi hipotesis sebelumnya terkait dengan penuaan, termasuk mode pengaturan suhu tubuh dan ada atau tidak adanya sifat fisik pelindung.
Miller menjelaskan bahwa 'hipotesis mode termoregulasi' menunjukkan bahwa ektoterm, karena mereka memerlukan suhu eksternal untuk mengatur suhu tubuh mereka dan, oleh karena itu, seringkali memiliki metabolisme yang lebih rendah.
Pada akhirnya, eksoterm menua lebih lambat daripada endoterm, yang secara internal menghasilkan panas mereka sendiri dan memiliki metabolisme yang lebih tinggi.
"Orang cenderung berpikir, misalnya, tikus menua dengan cepat karena metabolismenya tinggi, sedangkan kura-kura menua dengan lambat karena metabolismenya rendah," kata Miller.
Temuan tim, bagaimanapun, mengungkapkan bahwa tingkat penuaan dan rentang hidup ektotermik berkisar baik di atas dan di bawah tingkat penuaan yang diketahui untuk endotermik berukuran serupa. Hal itu menunjukkan bahwa cara hewan mengatur suhunya, berdarah dingin versus berdarah panas, belum tentu menunjukkan tingkat penuaan atau umurnya.
"Kami tidak menemukan dukungan untuk gagasan bahwa tingkat metabolisme yang lebih rendah berarti ektotermik menua lebih lambat," kata Miller. "Hubungan itu hanya berlaku untuk kura-kura, yang menunjukkan bahwa kura-kura itu unik di antara ektoterm."
Hipotesis fenotipe menunjukkan bahwa hewan dengan sifat fisik atau kimia yang memberikan perlindungan, seperti zirah, duri, cangkang atau racun, memiliki penuaan yang lebih lambat dan umur panjang yang lebih besar.
Tim mendokumentasikan bahwa sifat protektif ini memang memungkinkan hewan untuk menua lebih lambat dan, dalam kasus perlindungan fisik, hidup lebih lama untuk ukuran mereka daripada mereka yang tidak memiliki fenotipe pelindung.
Beth Reinke, penulis pertama dan asisten profesor biologi, Northeastern Illinois University, lebih lanjut menjelaskan, "Berbagai mekanisme perlindungan ini dapat mengurangi tingkat kematian hewan karena mereka tidak dimakan oleh hewan lain. Dengan demikian, mereka cenderung hidup lebih lama," kata Reinke.
Baca Juga: Melawan Teori Evolusi, Mengapa Penuaan pada Kura-Kura Sangat Lambat?
Baca Juga: Hati-hati, Terlalu Stres Bisa Bikin Anda Rentan Terkena Penyakit
Baca Juga: Temuan Sains, Sekelompok Gen yang Terkait dengan Umur Panjang Manusia
Menariknya, tim mengamati penuaan yang dapat diabaikan pada setidaknya satu spesies di masing-masing kelompok ektoterm, termasuk pada katak dan kodok, buaya, dan kura-kura.
"Kedengarannya dramatis untuk mengatakan bahwa mereka tidak menua sama sekali, tetapi pada dasarnya kemungkinan kematian mereka tidak berubah seiring bertambahnya usia setelah mereka melewati masa reproduksi," kata Reinke.
Miller menambahkan, penuaan yang dapat diabaikan berarti bahwa jika peluang hewan mati dalam setahun adalah 1 persen pada usia 10 tahun, jika hidup pada usia 100 tahun, peluang kematiannya masih 1 persen.
Sementara, rekan peneliti Bronikowski menambahkan, "Memahami lanskap komparatif penuaan di seluruh hewan dapat mengungkapkan sifat fleksibel yang mungkin membuktikan target yang layak untuk studi biomedis terkait dengan penuaan manusia."
Source | : | Science,Penn State University |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR