Nationalgeographic.co.id—Suara mesin, deru pesawat, dan gemuruh kapal menjadi melodi sehari-hari. Sampai-sampai kita tidak menyadari adanya sebuah keajaiban yang tersembunyi: dunia bawah laut yang kaya akan suara.
Ikan-ikan terumbu karang bernyanyi dalam paduan suara fajar, udang-udang kecil berdentum dalam simfoni malam, dan paus-paus raksasa berkomunikasi dalam bahasa yang hanya bisa mereka pahami. Namun, simfoni alam ini terancam oleh kebisingan antropogenik yang terus meningkat, mengganggu kehidupan laut dan keseimbangan ekosistem.
Di sinilah sebuah kesempatan langka muncul, sebuah momen keheningan yang tak terduga di tengah lautan yang bising. Para peneliti, dengan peralatan canggih dan semangat penasaran, memanfaatkan hari suci Nyepi di Bali untuk menyelidiki dampak kebisingan manusia pada dunia bawah laut.
Mereka merekam suara-suara yang tersembunyi di kedalaman, mengukur perubahan tingkat kebisingan, dan mencari tahu bagaimana makhluk-makhluk laut merespons keheningan yang tiba-tiba. Apakah keheningan ini membawa kedamaian bagi mereka, atau justru menciptakan kerentanan baru? Temukan jawabannya di artikel ini.
Peningkatan Kebisingan Antropogenik dan Peluang Nyepi
Seperti kita ketahui, hari Nyepi di Bali membatasi aktivitas manusia selama satu hari. Namun, seperti dilansir laman Oceanography, kondisi ini dimanfaatkan untuk merekam tingkat kebisingan akustik di perairan dangkal sebelah barat Bali selama satu minggu pada tahun 2017. Lokasi penelitian berada di bawah jalur penerbangan bandara Ngurah Rai.
Suara sangat penting bagi banyak organisme laut. Vertebrata laut seperti paus bungkuk dan paus pembunuh menggunakan sinyal akustik untuk fungsi vital. Ikan terumbu karang juga menghasilkan suara.
Kebisingan antropogenik di lingkungan laut terus meningkat. Lalu lintas kapal dan aktivitas manusia menyebabkan peningkatan kebisingan sebesar 3 dB per dekade di beberapa tempat. Kebisingan ini berdampak pada berbagai organisme laut.
Kebisingan antropogenik dapat mengganggu perilaku, fungsi kehidupan, dan komunikasi akustik satwa liar laut. Keterbatasan tempat yang tenang menjadi tantangan dalam mempelajari dampak kebisingan laut.
International Quiet Ocean Experiment (IQOE) mengusulkan studi terkoordinasi untuk mempelajari efek pengurangan kebisingan antropogenik sementara. Terinspirasi oleh IQOE, studi ini memanfaatkan Hari Raya Keheningan Bali, Nyepi, pada tanggal 28 hingga 29 Maret 2017.
Selama 24 jam, mulai pukul 6 pagi hingga 6 pagi berikutnya, semua aktivitas komersial berhenti. Bandara dan pelabuhan ditutup. Pembatasan berlaku untuk semua penduduk dan wisatawan.
Baca Juga: Siapakah Krishna dalam Agama Hindu dan Mengapa Tubuhnya Berwarna Biru?
KOMENTAR