Nationalgeographic.co.id—Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Sarah Sallon dari Hadassah Medical Organization mencoba menyelidiki kultivar kurma Yudea, kurma legendaris dari zaman Romawi. Menariknya, kurma tersebut telah punah selama ratusan tahun dan telah berusia lebih dari 2.000 tahun.
Sekarang, para ilmuwan mencoba membudidayakan kurma tersebut dengan menggunakan biji kurma yang ditemukan di reruntuhan kuno berusia 2.000 tahun. Para ilmuwan menemukan benih kuno tersebut di situs arkeologi di hutan belantara Yudea
Laporan lengkap penelitian tersebut telah dipublikasikan di Science Advances dengan judul "Origins and insights into the historic Judean date palm based on genetic analysis of germinated ancient seeds and morphometric studies" yang merupakan jurnal akses terbuka.
"Studi saat ini menyoroti asal-usul pohon kurma Yudea, menunjukkan bahwa budi dayanya, yang diuntungkan dari populasi timur dan barat yang berbeda secara genetik, muncul dari varietas timur lokal atau introduksi, yang kemudian disilangkan dengan varietas barat," tulis para peneliti dalam laporan mereka, seperti dikutip science alert.
"Temuan ini konsisten dengan lokasi Yudea antara daerah diversifikasi kurma timur-barat, pusat kuno budi daya kurma, dan dampak dari rute penyebaran manusia di persimpangan benua ini."
Capaian tersebut merupakan prestasi luar biasa, menegaskan kelangsungan hidup jangka panjang dari biji yang pernah disimpan dalam kurma Yudea yang lezat. Kurma ini sebelumnya dianggap hilang selama berabad-abad.
Hasil penelitian ini dapat menjadikannya kandidat yang sangat baik untuk mempelajari umur panjang benih tanaman. Dari pohon kurma ini, para peneliti juga mulai membuka rahasia praktik budi daya yang sangat canggih yang menghasilkan kurma yang dipuji oleh Herodotus, Galen, dan Pliny the Elder pada zaman Romawi.
Seperti diketahui, di sebuah benteng istana kuno yang dibangun oleh Raja Herodes Agung, dan gua-gua yang terletak di selatan Yerusalem antara Perbukitan Yudea dan Laut Mati, para arkeolog mengambil ratusan benih kurma (Phoenix dactylifera) di situs arkeologi di hutan belantara Yudea tersebut.
Kemudian, tim ilmuwan memilah-milahnya. Mereka memilih 34 benih yang menurut mereka paling layak. Satu dipisahkan sebagai kontrol, 33 sisanya direndam dengan hati-hati dalam air dan pupuk untuk mendorong perkecambahan.
Setelah proses ini, satu lagi ditemukan rusak, dan kemudian dibuang, sisanya 32 benih ditanam. Dari jumlah tersebut, enam benih berhasil bertunas. Mereka diberi nama Yunus, Uriel, Boaz, Yudit, Hana, dan Adam. (Upaya sebelumnya oleh Sallon dan rekan menghasilkan satu pohon muda, diberi nama Metusalah.)
Bibit di tangan, para ilmuwan sekarang dapat menjalankan tes dan analisis yang tidak dapat mereka lakukan pada benih saja.
Source | : | Science Alert,Science Advances |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR