Nationalgeographic.co.id—Pada 1992 Gary Chapman menulis buku The five love languages--lima bahasa cinta. Lewat bukunya itu, ia mengungkapkan bahwa semua orang mengekspresikan cinta dengan cara yang berbeda-beda, yakni fisik, pemberian, pujian, perlakuan, dan waktu.
Dengan memahami bahasa cinta, kita bisa mengetahui bahwa mencintai seseorang harus diperlakukan berbeda sebagaimana keinginan kita diperlakukan. Penggunaan untuk mengetahui kategori bahasa cinta apa yang selama ini kita mau telah beredar banyak di internet.
Akan tetapi, pembahasan mengenai hubungan romantis jarang dibahas, sehingga perlu dipastikan berhasilkah memahami bahasa cinta untuk hubungan?
Chapman menegaskan, kunci kesuksesan pasangan romantis adalah bagaimana seseorang memperlakukannya dengan bahasa cinta yang disukai pasangannya. Banyak selama ini yang berkeluh kesah tentang kandasnya hubungan akibat 'perbedaan' bahasa cinta. Padahal, bahasa cinta setiap orang berbeda, tapi kuncinya adalah bagaimana melayani pasangan dengan jenis yang disukai dari pasangan itu sendiri.
Bahkan dalam studi tahun 2017 di Personal Relationship mengatakan, keselarasan bahasa cinta (atau dua pihak dari pasangan yang mengidentifikasi bahasa cinta yang sama) adalah prediktor kepuasan hubungan yang agak lemah. Terlebih, jika dibandingkan dengan perilaku mengurus diri sendiri sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pasangan.
Pemahaman Chapman soal bahasa cinta ini hanya berdasarkan dugaannya dari pengalaman pribadi dan orang-orang sekitar. Ternyata, dugaan itu benar sebagaimana hasil yang dilaporkan dalam penelitian di PLOS One pada 22 Juni 2022.
Sebenarnya, penelitian tentang bahasa cinta dan kesuksesan berpasangan sudah diteliti sebelumnya. Dalam studi di Research Communication Reports tahun 2006 bahasa cinta Chapman akan menghasilkan perilaku 'pemeliharaan hubungan' tertentu yang sebelumnya dihubungkan pada percintaan, kepuasan, komitmen, dan kesetaraan dalam hubungan yang lebih tinggi.
Sementara penelitian terbaru, tidak hanya melihat keberhasilan hubungan, tetapi juga kepuasan seksual. Hasilnya, mereka yang mengekspresikan cinta lewat bahasa cinta ternyata tingkatnya lebih tinggi. Penulisan makalah penelitian terbaru itu dipimpin oleh Olha Mostova dari School of Sciences di University of Warsaw, Polandia.
"Temuan kami menunjukkan bahwa orang yang lebih cocok dengan preferensi satu sama lain untuk bahasa cinta lebih puas dengan hubungan dan kehidupan seksual mereka," kata Mostova dan rekan-rekan di Eurekalert.
Penelitian terbaru itu terungkap lewat survei yang dilakukan para peneliti kepada 100 pasangan heteroseksual terkait bahasa cinta. Mereka berusia 17 sampai 58 tahun dan telah menjalin hubungan selama enam bulan hingga 24 tahun.
Bahasa cinta, dalam survei itu, wanita punya skor yang lebih tinggi dalam mengungkapkan kebutuhan untuk merasa dicintai. Kebutuhan itu signifikan pada kategori bahasa cinta untuk waktu berkualitas dan kata-kata pujian. Mostova dan tim menduga, wanita lebih peduli terhadap ketekunan bahasa cinta dibanding pria.
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR