"Ini menunjukkan bahwa daerah-daerah ini membeku secara teratur, dan dinosaurus baik-baik saja," kata rekan penulis studi Dennis Kent, seorang ahli geologi di Lamont-Doherty.
"Episode musim dingin yang parah selama letusan gunung berapi mungkin telah membawa suhu beku ke daerah tropis, di mana banyak kepunahan vertebrata besar, telanjang, dan tidak berbulu tampaknya telah terjadi," kata Kent. "Sementara teman-teman berbulu halus menyesuaikan diri dengan suhu yang lebih dingin di garis lintang yang lebih tinggi. Mereka tidak apa-apa."
“Analisis mendalam yang dilakukan oleh Morgan Schaller dan timnya menunjukkan bahwa jika hewan kompleks (seperti dinosaurus) telah berevolusi fitur tangguh yang memberi mereka cukup waktu untuk beradaptasi lebih lanjut dalam kondisi yang berubah. Mereka bisa bertahan dari pergolakan iklim dan lingkungan yang ekstrem. Hasil ini tidak hanya akan memengaruhi studi masa depan dalam paleontologi tetapi juga dapat memberi tahu kita tentang masa depan planet kita.” Kata Curt Breneman, Dekan dari Rensselaer School of Science.
Olsen mengatakan langkah selanjutnya untuk lebih memahami periode ini adalah lebih banyak peneliti mencari fosil di bekas daerah kutub seperti Cekungan Junggar. "Catatan fosil sangat buruk, dan tidak ada yang mencari prospek," katanya. "Batu-batuan ini berwarna abu-abu dan hitam, dan jauh lebih sulit untuk mencari fosil di strata ini. Kebanyakan ahli paleontologi tertarik pada Jurassic akhir, di mana diketahui ada banyak kerangka besar yang bisa didapat. Paleo-Arktik pada dasarnya adalah diabaikan."
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Source | : | Tech Explorist |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR