Nationalgeographic.co.id—Sekelompok penjelajah gua, baru-baru ini menjelajahi gua di tambang kobalt berusia berabad-abad di Cheshire, Inggris. Pemandangan yang mereka temukan terlestarikan seperti kapsul waktu, kembali ke abad-19.
Sepatu kulit, pipa tanah liat, prasasti misterius yang ditulis dengan jelaga lilin, itu adalah beberapa artefak yang para penjelajah temukan. Apa yang ditemukan di sana, jelas telah menarik perhatian para arkeolog.
Tambang itu terletak di dekat Manchester di sebuah desa bernama Alderley Edge. Tambang itu pernah menjadi sumber kobalt, sebuah elemen yang ditambang untuk pigmen biru cemerlang yang diaplikasikan pada tembikar dan kaca.
Penambangan kobalt adalah perdagangan yang menguntungkan bagi Inggris pada abad ke-19. Tetapi impor dari negara lain menjadi lebih murah daripada kobalt Inggris.
Jadi tambang khusus ini, yang dimiliki oleh Sir John Thomas Stanley pada awal 1800-an, ditinggalkan sekitar tahun 1810.
Anggota Derbyshire Caving Club telah menjelajahi tambang Alderley Edge sejak tahun 1970-an, dengan menyewa akses dari National Trust, sebuah badan amal konservasi yang berbasis di Inggris.
Kelompok gua baru-baru ini menemukan beberapa barang pribadi yang tertinggal di bagian tambang yang sebelumnya belum dijelajahi. Penemuan itu seperti membuka kapsul waktu.
"Untuk menemukan tambang dalam kondisi murni, bersama dengan benda-benda pribadi dan prasasti, jarang terjadi," kata Ed Coghlan, anggota Derbyshire Caving Club, dalam sebuah pernyataan dari National Trust.
"Ini adalah jendela yang menarik ke masa lalu dan hari terakhir ketika para pekerja tambang menghentikan kegiatan mereka."
Menurut pernyataan tersebut, bersama dengan sepatu dan pipa, para penjelajah gua menemukan mangkuk yang terkubur di dinding. Iu mungkin merupakan tanda para penambang yang percaya mistis yang berterima kasih kepada tambang itu atas bijihnya yang bagus.
Salah satu temuan langka adalah alat yang disebut mesin kerek, yang digunakan untuk mengangkat dan memindahkan material berat.
Source | : | National Trust |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR