Salah satu kebiasaan jahatnya adalah melemparkan budaknya yang malang hidup-hidup ke dalam kolam besar belut moray. Belut moray sangat ganas saat diganggu dan akan menyerang manusia. Rahangnya dilengkapi dengan gigi yang kuat dan tajam, memungkinkan untuk menangkap mangsanya dan menimbulkan luka yang serius.
Kolam ini dibuat dengan tujuan untuk menyiksa budak yang melakukan kesalahan. Belut ini akan mencabik-cabik manusia dalam hitungan menit. Itu adalah cara mati yang sangat menyiksa.
Penting untuk dicatat bahwa dengan membunuh budaknya dengan cara ini, Pollio tidak melanggar hukum Romawi. Menulis tentang kebiasaan Pollio, Seneca mengatakan: “cum in servum omnia liceant” (semua hal boleh dilakukan untuk seorang budak).
Dari sudut pandang moral, Seneca juga menambahkan, “Budak diizinkan berlari dan berlindung di patung dewa; meskipun undang-undang mengizinkan seorang budak diperlakukan dengan buruk sampai batas tertentu. Namun ada beberapa hal yang dilarang oleh hukum umum kehidupan untuk kita lakukan terhadap manusia.”
Kekejaman Pollio dipandang oleh masyarakat Romawi sebagai sesuatu yang sangat jahat, tercela, dan memalukan. Pollio pun menjadi bahan pergunjingan masyarakat Romawi pada saat itu.
Kaisar pun akhirnya turun tangan
Praktik kejamnya muncul saat kunjungan teman pribadinya, Kaisar Augustus. Anekdot itu menjadi pembicaraan di masyarakat dan mengakhiri perlakuan kejam Pollio terhadap budak. Itu terjadi ketika Augustus datang ke jamuan makan malam formal di vila mewah Vedius yang luas.
Pada suatu saat di malam hari, seorang pelayan secara tidak sengaja menjatuhkan dan memecahkan kristal. Marah akan tindakan budaknya, ia memerintahkan sang budak ditangkap dan dilembar ke kolam belut.
Takut menghadapi kematian yang mengerikan, budak itu segera berlari ke arah kaisar dan berlutut. Dia memohon bukan untuk kebebasannya, tetapi hanya untuk dibunuh dengan cara yang tidak terlalu menyakitkan.
Augustus terkejut. Dia telah mendengar desas-desus tentang kekejaman Pollio tetapi tidak menyangka akan melihatnya secara langsung. Sang kaisar segera memerintahkan agar kolam belut diisi dan setiap piring kristal di vila Pollio dihancurkan di depan matanya.
Budak itu tidak dihukum karena pelanggarannya. Sebaliknya, Augustus membebaskannya. Di sisi lain, Pollio menghadapi kemurkaan kaisar dengan tenang.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR