Baca Juga: Suleiman I dari Utsmaniyah, Pengaruhnya bagi Eropa dan Nusantara
Baca Juga: Konstantinopel Berubah Jadi Istanbul Bukan Saat Direbut Sultan Ottoman
Baca Juga: Tradisi Ottoman dalam Merayakan Akhir Ramadan dan Momen Lebaran
Kedai kopi awal adalah perusahaan yang kontroversial. "Pembentukan, normalisasi, dan legalisasi situs semacam itu untuk kesenangan transgresif kontroversial karena moralitas agama formal [Islam] menganggapnya sebagai dosa dan ilegal. Dengan demikian, mereka berulang kali dilarang oleh negara," kata peneliti.
Namun, kedai kopi terus berkembang. Dan pada abad keenam belas dan ketujuh belas, masyarakat Utsmaniyah dari semua lapisan masyarakat bertemu untuk minum kopi, bersosialisasi, hingga berdiskusi sastra.
Wacana yang muncul di kedai kopi seringkali menantang otoritas negara dan agama serta membawa perubahan di masyarakat.
"Secara bersamaan, konsumen Utsmaniyah baru, yang menolak aturan negara dan agama, secara aktif membangun etika diri sendiri, dan mengambil bagian dalam pembentukan budaya kedai kopi, juga terbentuk," peneliti melanjutkan.
"Temuan kami menunjukkan bahwa perlawanan multipartai, yang dilakukan oleh konsumen dan pemasar, pertama-tama menantang otoritas negara dan agama dan kemudian mengubahnya."
Menurut peneliti, jelas, konteks di era Utsmaniyah modern awal sangat berbeda dari sistem kapitalis modern mana pun.
"Kami membahas implikasi dari sentralitas hedonisme transgresif dalam proses ini, serta keberadaan konsumen aktif dalam konteks modern awal," kata peneliti.
"Tetapi konsumen aktif mungkin bukan fenomena baru atau bahkan kronologis seperti yang dipikirkan banyak peneliti konsumen."
Hutan Mikro Ala Jepang, Solusi Atasi Deforestasi yang Masih Saja Sulit Dibendung?
Source | : | University of Exeter,Journal of Consumer Research |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR