Sebagian besar responden melaporkan menemukan informasi polusi udara di media sosial
(55,4%), diikuti oleh aplikasi kualitas udara (41,3%), dan media online (32,2%). Media sosial (66,7%) dan berita online (37%) dianggap sebagai cara yang efektif
untuk menjangkau masyarakat. Namun, para responden survei cenderung tidak mempercayai kedua medium tersebut.
Hal menarik lainnya, para responden pria menuntut lebih banyak informasi tentang dampak pencemaran udara bagi kesehatan daripada para responden wanita. Para responden pria juga meminta lebih banyak informasi terkait upaya perbaikan kualitas udara lokal.
Secara umum, sebagian besar responden survei tidak melihat kualitas udara Jakarta sebagai masalah. Hampir setengahnya—44,3% dari 210 responden—percaya bahwa
kualitas udara di Jakarta tergolong sedang, tidak buruk atau parah. Bahkan lebih dari lima belas persen (15,3%) dari para responden berpendapat bahwa kehidupan mereka tidak terpengaruh oleh polusi udara.
Saat ditanya tentang dampak polusi udara pada kehidupan mereka, 31% responden
menjawab bahwa dampaknya adalah "moderat." Namun, mereka yang menghadapi polusi udara di kehidupan sehari-hari, misalnya para individu yang bepergian dengan sepeda motor atau sepeda atau memiliki penyakit pernapasan, cenderung menganggap kualitas udara Jakarta sebagai suatu masalah.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR