"Negara-negara berkembang tropis masih bersikeras menciptakan reservoir tenaga air yang luas di bawah panji energi 'hijau'," kata Prof Carlos Peres, rekan penulis studi ini. Peres adalah Profesor Studi Lingkungan di UEA.
"Ini adalah bahaya ganda karena kita kehilangan keanekaragaman hayati dataran rendah yang unik dan cadangan karbon dari hutan tua yang sekarang tergenang.
Menurutnya, tindakan semacam itu juga menghasilkan pompa metana yang kuat, apalagi biaya finansial yang besar dari bendungan besar dibandingkan dengan elektrifikasi in-situ yang tersebar berdasarkan energi terbarukan berdampak rendah.
"Kita membutuhkan dialog strategis yang jauh lebih baik antara keamanan energi berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati, khususnya di negara-negara dengan ekonomi paling kaya keanekaragaman hayati di dunia," katanya.
Sementara, Ana Filipa Palmeirim, seorang peneliti dari CIBIO-University of Porto mengatakan, pendekatan ini memungkinkan mereka untuk mengungkap pola yang sebelumnya tidak diketahui. Palmeirim memimpin penelitian, yang menyelidiki lanskap kompleks sebagai satu kesatuan.
Baca Juga: Penjelasan PLTA Batang Toru Terkait Ancaman Orangutan Tapanuli
Baca Juga: Studi Terbaru Ungkap Bagaimana 469 Spesies Burung Punah akibat Manusia
Baca Juga: Manusia, Ancaman Kepunahan Massal Keanekaragaman Hayati di Bumi
Baca Juga: Peneliti Memperjuangkan Kutu dan Parasit Agar Terhindar dari Kepunahan
Source | : | Science Advances,University of East Anglia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR