Nationalgeographic.co.id—Dalam dunia hewan, buaya air asin adalah reptil sekaligus buaya terbesar di dunia. Namun, buaya dengan moncong terpanjang di dunia adalah gharial.
Gharial adalah spesies buaya yang memiliki bentuk tubuh yang khas. Moncongnya panjang dan menyempit. Di dalam mulutnya, bisa ada lebih dari 100 gigi.
Buaya unik ini hidup di sungai-sungai di India dan Nepal. Hewan ini telah berenang di perairan ini sejak periode Kapur, sekitar 140 juta tahun yang lalu.
Sayangnya, menurut sebuah studi baru, spesis gharial kini sedang dalam masalah besar. Makalah studi yang terbit di jurnal internasional British Ecological Society ini mengungkapkan adanya penurunan drastis pada jumlah populasi gharial.
Dalam studi ini, para peneliti memanfaatkan data dari database global yang memuat informasi mengenai semua buaya yang ada di dunia. Para peneliti menemukan bahwa gharial adalah salah satu buaya paling khas di dunia, yang memiliki peran ekologis paling tidak biasa di antara 28 spesies buaya.
"Gharial sangat terancam punah. Mereka kebanyakan adalah buaya akuatik berukuran besar pemakan ikan yang sebagian besar hidup di sungai," ujar Phoebe Griffith, ahli biologi konservasi yang bekerja di Zoological Society of London yang menjadi peneliti utama dalam studi ini.
"Kami menggunakan data dari Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) serta data dari asesmen buaya yang sedang berlangsung di seluruh dunia," papar Griffith kepada Mongabay.
Dalam studi ini, seperti dijelaskan di ZME Science, Griffith dan rekan-rekannya mengamati fitur terukur dari semua spesies buaya terkait dengan bagaimana masing-masing fitur itu berfungsi di lingkungannya, seperti ukuran dan penggunaan habitat. Kemudian mereka memberikan skor berdasarkan ciri-ciri yang mempengaruhi aspek fungsional para buaya tersebut dalam ekosistem dan keunikan buaya-buaya itu dalam pengertian evolusi.
Hal ini memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi empat kelompok fungsional buaya yang memiliki peran ekologis yang serupa. Namun, gharial menonjol karena fungsi ekologisnya yang unik dan tidak cocok dengan kelompok mana pun. Ini memberi para peneliti ide untuk membuat metrik untuk memandu upaya memprioritaskan spesies buaya untuk konservasi.
Para peneliti kemudian menggabungkan skor "keragaman fungsional" spesies dengan tingkat ancaman yang dihadapi setiap spesies untuk membuat metrik yang dikenal sebagai EcoDGE, atau berbeda secara ekologis dan terancam punah secara global. Gharial yang memiliki nama ilmiah Gavialis gangeticus, mendapat skor tertinggi. Kini spesies gharial dikategorikan sebagai hewan yang sangat terancam punah oleh IUCN, diikuti oleh buaya cina yang bernama ilmiah Alligator sinensis.
Baca Juga: Dunia Hewan: Inilah Tujuh Binatang yang Punya Profesi Tidak Biasa
Baca Juga: Dunia Hewan: Beberapa Monyet di Bali Gunakan Batu sebagai Mainan Seks
Baca Juga: Dunia Hewan: Kuak Rahasia Otak Salah Satu Buaya Terkecil di Australia
Jumlah gharial telah merosot sebanyak 98% sejak tahun 1940-an karena perburuan yang dilakukan manusia dan perubahan habitat air tawar. Misalnya, orang-orang telah mengubah aliran sungai, menyebabkan daerah mengering dan membuat lebih sulit bagi gharial untuk bertahan hidup. Gharial muda juga kerap terperangkap dalam jaring ikan, yang menyebabkan cedera atau kematian.
Sejumlah upaya konservasi telah mencoba membantu spesies gharial dalam beberapa dekade terakhir. India memberikannya perlindungan penuh pada tahun 1970-an, berharap untuk mengurangi perburuan, dan sejumlah organisasi konservasi meluncurkan program pembesaran dan pelepasliaran yang memperkenalkan metode penangkaran buaya. Akan tetapi, keberhasilannya tidak jelas karena kurangnya pemantauan.
Yang perlu dicatat, saat ini bukan hanya gharial yang membutuhkan upaya konservasi mendesak. Sebab, ada 15 dari 28 spesies buaya yang saat ini terancam punah. Metrik yang dibuat oleh para peneliti menunjukkan bahwa spesies seperti buaya filipina yang bernama ilmiah Crocodylus mindorensis dan buaya siam yang bernama Latin Crocodylus siamensis juga harus diprioritaskan.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa kami dapat melindungi sebagian besar keanekaragaman yang akan hilang dengan memprioritaskan spesies-spesies paling unik untuk tindakan konservasi," kata Rikki Gumbs yang menjadi rekan peneliti dalam studi ini.
"Menariknya, kami juga dapat secara efisien melindungi fungsi buaya yang terancam punah dengan tujuan melestarikan sejarah evolusi mereka," simpulnya.
Source | : | ZME Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR