Membuka Taman Nasional sebagai tempat wisata membawa masalah bagi konservasi. Banyak wisatawan datang membuat lingkungan jadi kotor akan sampah yang dibuang sembarangan. Sampah yang dibawa terkadang berisi makanan, sehingga monyet di Taman Nasional terbiasa mencari makanan dari sisa-sisa pengunjung.
Ada banyak jenis satwa yang tinggal di sini selain monyet. Di sini ada kerbau, hutan, ajag, kijang, macan tutul, kancil, kucing bakau, dan ratusan spesies burung. Mereka hidup tersebar di Taman Nasional Baluran. Macan tutul si karnivora itu jauh dari titik kunjungan wisatawan. Dia berada di lereng Gunung Baluran yang kaya dengan sumber air dan makanan untuk bertahan hidup.
Kebiasaan buruk semakin parah oleh pengunjung yang memberi makanan kepada satwa. Akhirnya, satwa mengalami perubahan perilaku dengan meminta makanan pada manusia. Semestinya, di lingkungan liar seperti ini, satwa harus berperilaku sebagaimana dirinya di alam bebas. Inilah yang membuat nantinya Taman Nasional Baluran akan menjadi wisata minat khusus.
Karena bergantung kepada manusia, satwa seperti monyet pun kerap merampas makanan dari kantong plastik yang dibawa pengunjung. Sering pula mereka mengambil makanan dari tempat sampah. Kini tempat sampah ditiadakan sementara agar tidak dikerumuni monyet.
Sebagai solusinya, Taman Nasional Baluran bermitra dengan warga sekitar. "Kami tidak bisa bekerja sendirian. Taman Nasional ini harus dijaga dengan melibatkan masyarakat sekitarnya. Mereka punya kesadaran akan lingkungan di kawasan mereka sendiri," terang Endarto.
Salah satunya adalah Kasman. Dia adalah petugas pembersih sekaligus mengamankan parkir di Taman Nasional Baluran. Dia menjadi mitra Taman Nasional Baluran sejak 2018, dan pernah terlibat di sini beberapa kali sebelumnya.
Kasman punya tim yang terdiri dari 12 orang. Setiap harinya ada tiga orang yang turun ke lapangan untuk membersihkan Taman Nasional Baluran dan merapikan parkiran. Mereka biasanya menggunakan motor untuk berkeliling memantau sampah, tetapi terkadang Kasman memilih berjalan kaki.
"Saya sudah mulai sakit-sakitan. Saya memilih jalan kaki biar bisa bergerak. Hitung-hitung saya kerja—cari berkah, sambil olahraga," ujarnya sambil tertawa. "Saya bisa jalan kaki 12 kilometer dari pagi sampai sore buat memungut sampah. Jalan kaki dari depan (tempat masuk Taman Nasional) sampai Sabana Bekol."
Sekarang, dia punya rencana efektif untuk membersihkan lingkungan Taman Nasional Baluran. Dia punya ide yang sedang dirancang untuk membuat tempat sampah dari besi. Tempat sampah itu memiliki penutup yang bisa berputar, sehingga monyet yang hendak mengambil sampah kesulitan atau terjebak di dalamnya. Setelah itu, pemungut sampah akan mengeluarkannya dari pintu samping tempat sampah.
"Ide ini udah saya terapkan di Pantai Bama," jelasnya. "Ide ini disambut sama orang kehutanan juga di Maluku saat ketemu dengan saya. Mungkin nanti bisa dipakai lebih mantap di sini."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR