Nationalgeographic.co.id—Analisis baru dari para ilmuwan Spanyol dan Inggris menemukan bahwa tetrapoda memiliki hubungan tulang tengkorak yang lebih kompleks dibandingkan ikan. Alih-alih mempromosikan diversifikasi kehidupan di darat, perubahan anatomi tengkorak ini sebenarnya membatasi evolusi tengkorak tetrapoda.
Dari hasil analisis para ilmuwan, ditemukan bahwa hewan darat paling awal memiliki lebih sedikit tulang tengkorak daripada ikan. Hal itulah yang kemudian membatasi evolusi mereka. Padahal, dalam teori evolusi, tetrapoda dianggap berevolusi dari ikan.
Laporan lengkap analisis mereka telah diterbitkan di Science Advances dengan judul "Early tetrapod cranial evolution is characterized by increased complexity, constraint, and an offset from fin-limb evolution" baru-baru ini.
Seperti diketahui, tetrapoda merupakan hewan darat paling awal dengan anggota badan dan jari. Nenek moyang segala sesuatu mulai dari amfibi hingga manusia. Sementara, analisis baru ini menemukan tengkorak tetrapoda memiliki tulang lebih sedikit daripada ikan yang punah dan hidup.
Pada penelitian ini, para ilmuwan menganalisis tengkorak fosil hewan di seluruh transisi dari lingkungan akuatik ke lingkungan darat. Ilmuwan yang terlibat yakni para peneliti dari University of Bristol, Universitat Pompeu Fabra Barcelona dan University College London.
Mereka mengkuantifikasi struktur tulang tengkorak di lebih dari 100 hewan hidup dan fosil untuk lebih memahami bagaimana tengkorak berubah saat tetrapoda berevolusi.
Penulis utama James Rawson dari Bristol's School of Earth Sciences mengatakan, bahwa tengkorak tetrapoda umumnya memiliki tulang tengkorak lebih sedikit daripada nenek moyang ikan mereka.
"Tetapi hanya menghitung jumlah tulang melewatkan beberapa data penting. Kami menggunakan teknik yang disebut analisis jaringan, di mana susunan tengkorak tulang -tulang mana yang terhubung, dicatat selain nomor tulang," kata Rawson.
Rekan penulis Borja Esteve-Altava, seorang ahli dalam teknik ini, mengatakan: "Secara tradisional, penelitian anatomi sebagian besar bersifat deskriptif atau kualitatif," katanya dalam rilis media.
"Analisis jaringan memberikan kerangka matematis yang baik untuk mengukur hubungan anatomi antara tulang: semacam data yang sering diabaikan dalam kebanyakan penelitian pada evolusi morfologis."
Para penulis menemukan bahwa tetrapoda yang memiliki tulang tengkorak lebih sedikit daripada ikan membuat susunan tengkorak mereka lebih kompleks.
Rawson menambahkan: "Ini mungkin tampak aneh, tetapi memiliki lebih sedikit tulang berarti masing-masing tulang harus terhubung dengan lebih banyak tetangganya, menghasilkan pengaturan yang lebih kompleks," Rawson menjelaskan.
"Katak dan salamander modern memiliki tengkorak paling kompleks dari semua hewan yang kami pelajari."
Tengkorak tetrapoda paling awal juga menjadi lebih menyatu menjadi satu kesatuan, sedangkan nenek moyang ikan mereka memiliki tengkorak yang terdiri dari beberapa bagian berbeda.
Dengan melihat variasi susunan tulang tengkorak dari waktu ke waktu, penulis juga menemukan bahwa asal usul tetrapoda bertepatan dengan penurunan variasi susunan tulang tengkorak.
Baca Juga: Perubahan Iklim dan Penangkapan Berlebihan Menguras Stok Ikan Global
Baca Juga: Bagaimana Perubahan Iklim Memengaruhi Air Laut dan Ekosistem?
Baca Juga: Dunia Hewan: Tubuh Ikan Jadi Jauh Lebih Besar Efek Pendinginan Laut
Profesor Emily Rayfield, penulis senior studi tersebut, mengatakan: "Kami terkejut menemukan perubahan pada tengkorak ini tampaknya membatasi evolusi tetrapoda, daripada mendorong radiasi ke habitat baru di darat.
"Kami berpikir bahwa evolusi leher, peristiwa kepunahan atau hambatan dalam perkembangan tengkorak mungkin menjadi penyebabnya," kata Rayfield.
Rawson menyimpulkan: "Kami juga melihat penurunan serupa dalam variabilitas struktural untuk tulang tungkai di tetrapoda awal, tetapi penurunan tungkai terjadi 10 juta tahun sebelumnya," kata Rawson.
"Tampaknya faktor yang berbeda mempengaruhi evolusi tengkorak dan tungkai pada tetrapoda awal, dan kita harus belajar lebih banyak tentang waktu penting ini dalam sejarah evolusi kita sendiri."
Source | : | Science Advances,University of Bristol |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR