Pada tahun 1983, patung kepala dewi seukuran aslinya digali dari situs Budaya Niu He Liang Hongshan Tiongkok. Patung tersebut diperkirakan berusia lebih dari 5000 tahun. Bibir sang dewi berwarna merah, menandakan bahwa tradisi memerahkan bibir sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu.
Lipstik di zaman Yunani kuno digunakan oleh pelacur
Warna merah bibir yang berhasil dibuat oleh orang Mesir kuno menyebar dengan sangat cepat ke Yunani kuno dan Romawi kuno. Namun, tradisi itu sempat tidak terlalu populer.
Di awal zaman Yunani kuno, kebanyakan wanita biasanya tidak menggunakan riasan di wajah. Lipstik merah atau pewarna bibir dianggap sebagai tanda bahwa wanita tersebut adalah seorang pelacur.
Kemudian, antara 700 dan 300 Sebelum Masehi, tradisi mewarnai bibir menyebar ke wanita kelas atas. Mereka mewarnai bibir dengan menggunakan kosmetik yang terbuat dari pewarna khusus. Pewarna itu ungu Tyrian, mulberry yang dihancurkan, dan zat lainnya.
Seperti yang kita ketahui, bangsa Romawi mengadaptasi banyak hal dari budaya Yunani kuno. Apakah mereka juga menganggap lipstik hanya digunakan oleh pelacur? Di Romawi kuno, lipstik menjadi semacam ekspresi keagungan, peringkat sosial, dan kekayaan.
Wanita kaya di Romawi dapat memperoleh produk kosmetik yang sangat mahal dan eksotis dari Tiongkok, Jerman, dan Galia. Karena produk mahal seperti itu menimbulkan banyak kontroversi, undang-undang "LexOppia" yang terkenal dari 189 Sebelum Masehi mencoba membatasi penggunaannya. Undang-undang itu juga mengontrol kekayaan maksimum wanita dan penampilan mereka di depan umum.
Misalnya, mereka dilarang memiliki lebih dari satu ons emas, mengendarai kendaraan yang ditarik hewan di dekat kota dan mengenakan pakaian warna-warni.
Lipstik yang berkonotasi negatif di Inggris
Pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth I di Inggris, lipstik dibuat dari campuran noda merah dari tumbuh-tumbuhan dan lilin lebah. Sayangnya, penggunaan lipstik dilarang lagi oleh Ratu Victoria yang menyebutnya asusila.
Pada tahun 1770, Parlemen Inggris mengesahkan undang-undang yang mengutuk lipstik. Undang-undang ini menyatakan bahwa “wanita yang dinyatakan bersalah merayu pria ke dalam perkawinan dengan cara kosmetik dapat diadili karena sihir.”
Bahkan, banyak pria Inggris juga percaya bahwa wanita yang memakai riasan wajah mencoba memaksa pria untuk menikah.
Seiring berjalan waktu, penggunaan lipstik makin populer dan tidak berkonotasi negatif seperti di zaman kuno. Selain itu, pewarna bibir yang mempercantik penampilan ini pun tidak beracun bak ciuman kematian lagi.
Perdebatan Sengit Peneliti tentang Benarkah Orang-Orang di Zona Biru Hidup Lebih Lama
Source | : | Ancient Pages |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR