Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi dunia hewan yang dilakukan oleh para peneliti Monterey Bay Aquarium Research Institute (MBARI) dan kolaborator mereka, menyoroti pergerakan paus biru yang misterius dan terancam punah. Paus biru (Balaenoptera musculus) adalah hewan terbesar di Bumi, tetapi meskipun ukurannya besar, para ilmuwan masih memiliki banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang biologi dan ekologi mereka. Raksasa lembut ini secara musiman berkumpul di wilayah Teluk Monterey untuk memakan krustasea kecil mirip udang yang disebut krill.
Para peneliti menggunakan hidrofon terarah pada observatorium bawah air MBARI, yang terintegrasi dengan teknologi canggih lainnya. Ini bertujuan untuk mendengarkan vokalisasi paus biru yang menggelegar. Mereka menggunakan suara ini untuk melacak pergerakan paus biru dan mengetahui bahwa raksasa laut ini ternyata merespons perubahan angin. Hasil studi ini telah diterbitkan di jurnal Ecology Letters pada 5 Oktober dengan judul Oceanic giants dance to atmospheric rhythms: Ephemeral wind‐driven resource tracking by blue whales. Demikian seperti dilansir laman independet.co.uk.
Di sepanjang Central Coast California, musim semi dan musim panas membawa upwelling pesisir. Dari bulan Maret hingga Juli, angin musiman mendorong lapisan atas air ke laut, memungkinkan air dingin di bawahnya naik ke permukaan. Air yang lebih dingin dan kaya nutrisi memicu berkembangnya fitoplankton kecil. Sehingga memulai jaring makanan di Teluk Monterey, dari krill kecil seperti udang hingga paus raksasa.
Ketika angin menciptakan peristiwa upwelling, paus biru mencari gumpalan air yang lebih dingin, di mana terdapat krill paling melimpah. Saat upwelling berhenti, paus bergerak ke lepas pantai ke habitat yang dilintasi oleh jalur pelayaran.
"Penelitian ini dan teknologi yang mendasarinya membuka jendela baru ke dalam ekologi paus yang terancam punah yang kompleks dan indah ini," kata John Ryan, ahli kelautan biologi di MBARI dan penulis utama penelitian ini. "Temuan ini menunjukkan sumber daya baru bagi para manajer yang mencari cara untuk melindungi paus biru dan spesies lain dengan lebih baik."
Hidrofon terarah adalah mikrofon bawah air khusus yang merekam suara dan mengidentifikasi arah asalnya. Penggunaan teknologi ini untuk mempelajari pergerakan paus biru, para peneliti perlu memastikan bahwa hidrofon dapat melacak paus dengan andal. Ini berarti mencocokkan bantalan akustik dengan paus pemanggil yang dilacak oleh GPS. Dengan keyakinan pada metode akustik yang ditetapkan, tim peneliti memeriksa pelacakan akustik selama dua tahun dari populasi paus biru regional.
“Pekerjaan sebelumnya oleh tim MBARI menemukan bahwa ketika upwelling pantai paling kuat, ikan teri dan krill membentuk kawanan padat di dalam plume upwelling. Sekarang, kami telah mengetahui bahwa paus biru melacak gumpalan dinamis ini, di mana sumber makanan berlimpah tersedia,” jelas Ryan.
Studi ini dibangun di atas penelitian sebelumnya yang dipimpin oleh Ilmuwan Senior MBARI Kelly Benoit-Bird, yang mengungkapkan bahwa kawanan spesies hijauan - teri dan krill - bereaksi terhadap upwelling pantai. Kali ini, para peneliti menggabungkan data satelit dan tambatan kondisi upwelling serta data echosounder pada agregasi krill dengan trek akustik paus biru mencari makan yang dicatat oleh hidrofon terarah.
Paus biru mengenali kapan angin mengubah habitat mereka dan mengidentifikasi tempat-tempat di mana upwelling mengumpulkan makanan penting mereka yaitu krill. Untuk hewan besar dengan berat hingga 165 ton, menemukan agregasi padat ini adalah masalah bertahan hidup.
Baca Juga: Dunia Hewan: Pergeseran Spesies Paus Besar ke Selatan di Selandia Baru
Baca Juga: Potensi Wisata Bernilai Jutaan Dolar AS di Laut Sawu dan Rajaampat
Baca Juga: Muntahan Paus Membuat Kelompok Nelayan Ini Terlepas dari Kemiskinan
Sementara para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa paus biru secara musiman menempati Teluk Monterey selama musim upwelling. Penelitian ini telah mengungkapkan bahwa paus melacak proses upwelling secara dekat pada skala yang sangat halus baik ruang (kilometer) dan waktu (hari hingga minggu).
"Melacak banyak individu hewan liar secara bersamaan merupakan tantangan dalam ekosistem apa pun. Ini sangat sulit di laut terbuka, yang sering tidak jelas bagi kita sebagai pengamat manusia," kata William Oestreich, yang sebelumnya adalah mahasiswa pascasarjana di Stasiun Kelautan Hopkins Universitas Stanford dan sekarang menjadi rekan postdoctoral di MBARI. "Integrasi teknologi untuk mengukur suara paus ini memungkinkan penemuan penting tentang bagaimana kelompok predator menemukan makanan di lautan yang dinamis. Kami senang dengan penemuan masa depan yang dapat kami buat dengan menguping paus biru dan hewan laut berisik lainnya."
Source | : | Independent.co.uk |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR