"Yang unik, Kaoem Depok pada saat itu menikmati pendidikan berbahasa Belanda," kata Boy. "Oleh karena itu Kaoem Depok sangat fasih berbahasa Belanda."
Karena bisa baca-tulis dan fasih berbahasa Belanda, banyak keturunan dari Kaoem Depok yang kemudian mendapatkan pekerjaan di Batavia atau kini disebut Jakarta. "Kita tahu Batavia pada saat itu menjadi sentra pemerintahan dan sentra perdagangan," ucap Boy.
Orang-orang dari Kaoem Depok ini biasanya menggunakan moda transportasi kereta api untuk bisa sampai ke Batavia. "Dalam perjalanan ke tempat kerja, kereta api kan berangkat dari Buitenzorg atau Bogor, nah berhenti cuma di Depok, di tengah-tengah, kemudian langsung ke Jakarta," tutur Boy.
Saat kereta berhenti di Depok, para penumpang dari Bogor yang sudah berada di kereta kerap meneriaki Kaoem Depok. "Mereka umumnya berteriak, 'Kita sudah berada di Amsterdam, Belanda Depok naik!'" papar Boy.
Begitu pula saat kereta dari Batavia atau Jakarta menuju Bogor berhenti di Depok, orang-orang di kereta juga berteriak, "Kita sudah tiba di Amsterdam. Belanda Depok turun! Belanda Depok turun!"
"Mengapa disebut Belanda Depok? Karena mereka yang kulitnya seperti saya ini, bukan bule, tapi fasih berbahasa Belanda," jelas Boy sembari menunjukkan warna kulit tangannya lagi yang berwarna sawo matang seperti warna kulit orang Indonesia pada umumnya.
Yang memberi julukan Belanda Depok untuk orang-orang pribumi di Depok itu adalah orang-orang pribumi juga. Dari kejadian sehari-hari itulah kemudian berkembang sebutan Belanda Depok untuk kaum pribumi di Depok yang fasih berbahasa Belanda.
Jadi, yang disebut Belanda Depok adalah orang-orang pribumi yang tinggal di Depok. Mereka adalah keturunan dari para mantan budak Cornelis Chastelein yang fasih berbahasa Belanda.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR