Nationalgeographic.co.id — Ahli astrofisika telah melakukan analisis baru yang kuat yang menempatkan batas paling tepat pada komposisi dan evolusi alam semesta. Dengan analisis ini, yang dijuluki Pantheon+, para kosmolog menemukan diri mereka berada di persimpangan jalan.
Pantheon+ dengan meyakinkan menemukan bahwa kosmos terdiri dari sekitar dua pertiga energi gelap dan sepertiga materi gelap (sebagian besar dalam bentuk materi gelap). Keduanya berkembang dengan kecepatan yang semakin cepat selama beberapa miliar tahun terakhir.
Namun, Pantheon+ juga memperkuat ketidaksepakatan besar atas laju ekspansi yang belum terpecahkan. Dengan menempatkan teori kosmologi modern yang berlaku, yang dikenal sebagai Model Standar Kosmologi, pada bukti yang lebih kuat dan pijakan statistik, Pantheon+ semakin menutup pintu pada kerangka kerja alternatif yang memperhitungkan energi gelap dan materi gelap.
Menganalisis ledakan supernova selama lebih dari dua dekade secara meyakinkan mendukung teori kosmologi modern dan menghidupkan kembali upaya untuk menjawab pertanyaan mendasar.
Analisis baru tersebut telah diterbitkan di The Astrophysical Journal belum lama ini dengan judul "The Pantheon+ Analysis: Cosmological Constraints."
"Dengan hasil Pantheon+ ini, kami dapat menempatkan batasan paling tepat pada dinamika dan sejarah alam semesta hingga saat ini," kata Dillon Brout, Einstein Fellow di Center for Astrophysics | Harvard & Smithsonian.
"Kami telah menyisir data dan sekarang dapat mengatakan dengan lebih percaya diri daripada sebelumnya bagaimana alam semesta telah berevolusi selama ribuan tahun dan bahwa teori terbaik saat ini untuk energi gelap dan materi gelap tetap kuat."
Pantheon+ didasarkan pada kumpulan data terbesar dari jenisnya, yang terdiri dari lebih dari 1.500 ledakan bintang yang disebut supernova Tipe Ia.
Ledakan terang ini terjadi ketika bintang katai putih, sisa-sisa bintang seperti Matahari kita, menumpuk terlalu banyak massa dan mengalami reaksi termonuklir yang tak terkendali.
Karena supernova Tipe Ia lebih cemerlang dari seluruh galaksi, ledakan bintang dapat dilihat sekilas pada jarak melebihi 10 miliar tahun cahaya, atau kembali melalui sekitar tiga perempat dari total usia alam semesta.
Mengingat bahwa supernova menyala dengan kecerahan intrinsik yang hampir seragam, para ilmuwan dapat menggunakan kecerahan ledakan yang tampak, yang berkurang seiring dengan jarak, bersama dengan pengukuran pergeseran merah sebagai penanda ruang dan waktu.
Source | : | The Astrophysical Journal,Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR